![]() |
ilustrasi |
https://www.celebespost.eu.org, Makassar. Korupsi memang tak mengenal korban. Pelakunya bisa siapa saja. Dimana ada mesin uang dan kekuasaan berputar, disitulah korupsi akan hinggap bak kumbang yang menghisap nektar. Entah pejabat daerah, lembaga pemerintah atau bahkan sosok yang mengklaim dirinya bersih korupsi juga bisa menjadi korban tinta hitamnya. Semprotan uang itu memang menggiurkan. Selama menguntungkan, negara rugi urusan belakangan. Itulah mengapa para koruptor itu tak kapok berulah. Menghisap kekayaan negara untuk mengenyangkan dirinya.
Sebabnya,
sistem demokrasi memang memberi angin segar bagi para maling. Biaya pemilu
mahal harus balik modal menjadi pendorong kuat untuk melakukan praktik korupsi.
Manipulasi proyek pun dilakukan sebagai jembatan melakukan korupsi. Sistem
demokrasi tak mengenal halal haram. Suap menyuap itu biasa. Sebagai pelicin
agar kepentingannya bebas hambatan. Dalam demokrasi, berpolitik tak pakai
aba-aba halal atau haram. Asal menguntungkan, meski jalannya salah tak mengapa.
Adalah
hal yang mengejutkan publik dibawah pimpinan Firli Bahuri, KPK mulai aktif
melakukan Operasi Tangkap Tangan. Bermula dari penangkapan Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah
hingga kasus suap yang menjerat Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Korupsi kerap
merajai dan selalu mewarnai kepemimpinan setiap Presiden yang oernah berkuasa.
Seakan-akan korupsi sudah menjadi sarapan wajib dalam setiap berita. Tahun baru
juga dibuka dengan dugaan korupsi PT Asabri. Lembaga plat merah pun tak luput
dari gurita korupsi. Menjadi habit yang tak berkesudahan. Sebelumnya, ada
Pelindo II, Garuda, Bank Century, dan paling heboh Jiwasraya. Liga Korupsi
Indonesia sepertinya masih akan berlangsung.
Selain
itu, hukuman bagi koruptor juga tak memberi pelajaran berharga bagi pelakunya.
Sanksinya tak sebanding dengan kerugian yang dialami negara akibat perbuatan
mereka. Bahkan mereka juga masih bisa mendapat remisi. Negeri ini terlalu ramah
kepada tikus berdasi. Karena itulah mereka juga tak jera. Penyakit korupsi
sudah terlalu kuat mengakar di lingkaran sistem yang diterapkan.
Jika
pemerintah berkomitmen memberantas korupai, jangan beri celah untuk memperlemah
KPK. Ada KPK saja masih suka korupsi. Bagaimana jadinya bila KPK mandul dan tak
berfungsi? Gurita korupsi bakal makin besar dan berkembang. Oleh karenanya, tak
cukup hanya mengandalkan lembaga anti rasuah seperti KPK. Negeri ini
membutuhkan perombakan sistem yang bebas korupsi. Sistem yang mampu mencegah
dan menindak secara tegas. Sistem yang mampu melawan dominasi kekuasaan.
Hadirnya
KPK semula untuk berantas rasuah. Saking rajinnya OTT, KPK diperlemah. Jika
diteruskan, hal ini akan membahayakan para koruptor, calon, dan koleganya.
Selama 18 tahun berdiri, KPK masih juga tak punya gigi. Kasus-kasus besar
seperti Century dan BLBI menguap begitu saja. Entah kemana rimbanya. Apalagi
jika kita mengingat Jiwasraya, Asabri, dan Wahyu Setiawan, mungkin kita pesimis
dibuatnya. Sebab, selain terhalang prosedur yang rumit dengan UU revisiannya,
KPK hanya berani mengungkap kasus korupsi kelas teri. Tak berdaya menghadapi
rantai oligarki yang berkuasa.
Sistem
yang bisa membentuk para pejabat takut dosa sehingga ia tak lalaikan amanah.
Jika demokrasi gagal mewujudkan, komunis juga sudah usang, bukankah hanya Islam
satu-satunya tumpuan harapan? Bebas korupsi hanya sebuah ilusi bila masih
terapkan demokrasi. Bebas korupsi bukan mimpi bila Islam sebagai solusi atasi
polemik negeri.
Oleh : MDS