-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Dewan Pers Mengecam Kekerasan Aparat terhadap Wartawan saat Aksi Unjuk Rasa Tolak RUU Pilkada 2024

Sunday, August 25, 2024 | August 25, 2024 WIB Last Updated 2024-08-25T00:19:53Z
ANTARA FOTO 


Surabaya, 25 Agustus 2024 – Gelombang kecaman datang dari Dewan Pers terkait tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat terhadap para wartawan yang tengah meliput aksi unjuk rasa penolakan Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada). Aksi tersebut berlangsung pada Kamis, 22 Agustus 2024 di Jakarta Pusat dan di Semarang, Jawa Tengah. 


Peristiwa ini memunculkan keprihatinan yang mendalam, di mana wartawan yang menjalankan tugasnya sebagai peliput berita justru menjadi korban kekerasan. Aksi demonstrasi di Kompleks Parlemen DPR RI, Jakarta, dan di Semarang tersebut, yang bertujuan menolak revisi UU Pilkada, berubah menjadi mimpi buruk bagi para jurnalis.


Kekerasan Terhadap Wartawan di Jakarta


Menurut laporan dari Komisi Keselamatan Jurnalis (KKJ), sebanyak 11 orang wartawan di Jakarta mengalami tindakan kekerasan oleh aparat, mulai dari intimidasi hingga ancaman pembunuhan. Bentuk kekerasan fisik dan psikis yang mereka alami termasuk luka-luka serius. Salah satu kasus yang sangat mengejutkan adalah kekerasan yang menimpa seorang jurnalis dari Tempo.co berinisial H, yang mengalami pemukulan dan ancaman pembunuhan oleh personel TNI dan Polri saat meliput aksi di Kompleks Parlemen DPR RI pada Kamis, 22 Agustus 2024.


Kekerasan bermula ketika jurnalis H merekam aksi aparat yang diduga tengah menganiaya seorang demonstran yang terjatuh di dekat pagar utama Gedung DPR RI. Tindakan tersebut terjadi sekitar pukul 17.00 WIB dan segera diikuti oleh serangan terhadap jurnalis yang merekam insiden tersebut.


Ilustrasi 


Kekerasan terhadap Pers Mahasiswa di Semarang


Tidak hanya di Jakarta, aksi kekerasan terhadap jurnalis juga terjadi di Semarang, Jawa Tengah. Di sana, tiga anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) menjadi korban kekerasan aparat saat meliput aksi serupa. Mereka mengalami sesak nafas dan pingsan akibat tembakan gas air mata yang ditembakkan oleh polisi untuk membubarkan massa.


Pernyataan Dewan Pers


Menanggapi situasi ini, Dewan Pers dengan tegas menyampaikan kecaman terhadap tindakan aparat yang seharusnya melindungi, bukan malah mengintimidasi dan melukai wartawan. Dewan Pers menyatakan bahwa aparat keamanan harus menghormati profesi wartawan yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. 


Dewan Pers juga mendesak agar Propam Kepolisian segera melakukan penyelidikan internal tanpa menunggu laporan, dan hasil dari penyelidikan ini harus dipublikasikan sebagai bentuk transparansi kepada publik. Dewan Pers juga menekankan pentingnya evaluasi mendalam terhadap cara penanganan aksi unjuk rasa oleh aparat, agar kekerasan terhadap wartawan tidak terulang kembali.


Lebih lanjut, Dewan Pers meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk secara proaktif memberikan perlindungan kepada para jurnalis yang menjadi korban kekerasan. Dewan Pers juga mendesak Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan independen atas kasus ini dan melaporkan hasilnya kepada publik.


Kasus kekerasan ini menjadi pengingat bahwa kebebasan pers, sebagai pilar demokrasi, harus dijaga dan dilindungi. Profesi wartawan yang berfungsi untuk menyampaikan informasi kepada publik tidak boleh dihalang-halangi, apalagi dengan kekerasan. Dewan Pers berharap agar tindakan tegas terhadap pelaku kekerasan ini dapat memberikan keadilan bagi para jurnalis yang menjadi korban dan mencegah kejadian serupa di masa depan.


(Redho)

×
Berita Terbaru Update