Makassar 6 Oktober 2024– Penerapan sistem barcode scanner dalam transaksi BBM bersubsidi menimbulkan ambiguitas di kalangan masyarakat. Banyak yang masih belum memahami teknologi tersebut, yang semakin diperparah oleh kurangnya edukasi. Tak semua orang mampu atau terbiasa menggunakan barcode melalui smartphone, menyebabkan kesulitan dalam proses pengisian BBM bersubsidi.
Persoalan ini diperburuk oleh penyalahgunaan teknologi barcode scanner yang kerap dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Banyak kasus di mana barcode mudah disalin, di-screenshot, dan digunakan kembali oleh orang lain, sehingga tidak sesuai dengan pemilik sebenarnya. Kondisi ini membuat masyarakat merasa tertipu, karena transaksi BBM bersubsidi yang seharusnya transparan justru menjadi sarana bagi oknum nakal untuk mengambil keuntungan.
Salah satu contoh terjadi di wilayah Toddopuli, Makassar. Beberapa pengguna barcode scanner mengeluhkan tiba-tiba habisnya kuota pengisian BBM, padahal mereka merasa belum melakukan pengisian. Hal serupa juga dilaporkan di Luwu, di mana pengendara bingung karena kuota habis seharian tanpa mereka sempat mengisi BBM. Ini menimbulkan pertanyaan besar tentang integritas sistem tersebut.
Secara teknis, penerapan barcode scanner seharusnya memudahkan masyarakat, termasuk nelayan yang mengandalkan BBM bersubsidi. Namun, keterbatasan kemampuan sumber daya manusia dalam memanfaatkan teknologi ini membuka celah bagi oknum nakal untuk meraup keuntungan dengan cara-cara tidak etis.
Tanggapan keras juga datang dari Rais Al Jihad, seorang aktivis pergerakan sosial yang menyebut sistem ini sebagai "ilusi transparansi". Menurutnya, pemerintah seolah menutup mata terhadap masalah mendasar yang dihadapi oleh masyarakat. “Ini bukan solusi, melainkan pembodohan massal! Pemerintah memaksa rakyat menggunakan teknologi yang bahkan mereka sendiri tidak paham sepenuhnya. Regulasi yang ada hanya menguntungkan segelintir pebisnis nakal dan menambah beban bagi rakyat kecil,” tegas Rais.
Metode transaksi barcode scanner ini telah diterapkan secara masif di beberapa kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan, seperti Makassar, Jeneponto, Bantaeng, dan Bulukumba. Meski dimaksudkan untuk transparansi, sistem ini justru memunculkan kecurigaan akan adanya permainan regulasi di balik penerapannya. Pemanfaatan teknologi tanpa pengawasan yang ketat hanya akan memperpanjang daftar masalah yang dihadapi masyarakat dalam mendapatkan haknya atas BBM bersubsidi.
@mds