Pengurus Pusat Ikatan Pelajar Mahasiswa Indonesia Luwu
Luwu, 24 Oktober 2024 — Keputusan mengejutkan Ketua KPU Kabupaten Luwu, Abdullah Sappe Ampin Maja, untuk memindahkan lokasi debat kandidat Pilkada Luwu ke Kota Makassar telah memicu gelombang protes dan kritik tajam dari berbagai elemen masyarakat. Alasan yang disampaikan Ketua KPU terkait keterbatasan anggaran dan fasilitas di Luwu menuai banyak pertanyaan, bahkan penolakan keras dari organisasi kepemudaan, terutama PP IPMIL Luwu (Pengurus Pusat Ikatan Pelajar Mahasiswa Indonesia Luwu).
Dalam beberapa pernyataannya yang tersebar di media, Abdullah Sappe menyebutkan bahwa keputusan ini diambil berdasarkan dua faktor utama: pertama, terbatasnya anggaran, dan kedua, kurangnya fasilitas representatif di Kabupaten Luwu yang dinilai memadai untuk menggelar debat secara layak. Namun, penjelasan tersebut justru memicu gelombang reaksi negatif.
Penolakan dari PP IPMIL Luwu: Debat Harus di Luwu, Bukan Makassar
Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Lingkungan Hidup PP IPMIL Luwu, Gazali, dalam sebuah wawancara menyampaikan ketidaksetujuan yang sangat jelas terhadap keputusan ini. “Kami dengan tegas menolak debat kandidat dilakukan di Makassar. Ini bukan hanya tentang lokasi, tapi tentang harga diri dan aksesibilitas masyarakat Luwu terhadap proses demokrasi yang penting ini,” ujar Gazali. Menurutnya, keputusan KPU ini tidak hanya tidak adil, tapi juga menciptakan persepsi negatif bahwa Kabupaten Luwu tidak aman dan resisten.
“Padahal, para calon kepala daerah sudah menyatakan komitmennya untuk pilkada damai. Dengan instruksi ketertiban kepada tim masing-masing, tidak ada alasan untuk memindahkan debat ke luar daerah. Ini justru mengirimkan pesan keliru kepada masyarakat luas, seolah Luwu tidak mampu menjamin stabilitas selama pelaksanaan debat,” tegas Gazali.
Debat sebagai Akses Publik: Menghalangi Partisipasi Masyarakat Luwu
Gazali juga menyoroti esensi debat sebagai momen bagi publik untuk menilai langsung kualitas dan gagasan para calon pemimpin mereka. Dengan memindahkan acara tersebut ke Makassar, KPU Luwu dinilai telah mengurangi akses masyarakat terhadap salah satu instrumen penting dalam demokrasi lokal. “Debat seharusnya menjadi konsumsi publik yang dapat dinikmati dan diakses langsung oleh masyarakat di Luwu, bukan hanya oleh tim pendukung yang dibawa ke Makassar,” tambah Gazali.
Ia mengkritisi, meskipun debat disiarkan melalui televisi, hal itu tidak akan sama dengan menyaksikannya secara langsung. Gazali berargumen bahwa pengalaman menyaksikan debat secara langsung memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk lebih memahami karakter dan visi calon pemimpin mereka.
“Efektivitas debat akan hilang jika hanya disiarkan di televisi dengan keterbatasan akses. Apalagi, pembatasan jumlah peserta debat hanya untuk tim pendukung semakin mengurangi keterlibatan masyarakat dalam proses ini. Ini adalah momen krusial, dan seharusnya masyarakat Luwu bisa menyaksikan debat secara langsung di daerah mereka sendiri,” ujarnya dengan nada prihatin.
Alasan Anggaran Dinilai Tidak Logis: Pilkada dengan Anggaran 35 Miliar
Lebih lanjut, Gazali mempertanyakan validitas alasan keterbatasan anggaran yang digunakan oleh Ketua KPU Luwu. Menurutnya, dengan anggaran Pilkada yang mencapai 35 miliar rupiah, seharusnya tidak ada alasan bagi KPU untuk memindahkan lokasi debat. “Alasan keterbatasan anggaran tidak masuk akal. Anggaran sebesar itu harusnya cukup untuk menutupi segala kebutuhan Pilkada, termasuk pelaksanaan debat kandidat di Luwu,” ujar Gazali.
Ia juga menambahkan, bahwa justru melaksanakan debat di Luwu akan lebih efisien dan menghemat anggaran. “Tidak perlu menggunakan tempat mewah atau fasilitas yang mahal. Esensi dari debat adalah penyaluran gagasan oleh para calon kepala daerah, yang dapat dilakukan di tempat sederhana tapi tetap bisa diakses oleh publik,” tegasnya.
Evaluasi Ketua KPU Luwu: Gagal Memahami Esensi Debat Kandidat
Dengan serangkaian kontroversi yang mengemuka, PP IPMIL Luwu mendesak KPU Sulawesi Selatan untuk segera mengevaluasi kepemimpinan Abdullah Sappe Ampin Maja sebagai Ketua KPU Luwu. Menurut Gazali, Abdullah telah gagal memahami esensi debat kandidat yang seharusnya menjadi wadah penyampaian gagasan yang transparan dan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat. Ia juga menilai, pemindahan lokasi debat ke Makassar merupakan keputusan yang tidak peka terhadap kebutuhan demokrasi lokal di Luwu.
“Kami mendesak KPU Sulsel untuk mengevaluasi Ketua KPU Luwu terkait kelayakannya memimpin. Keputusan ini jelas menunjukkan bahwa Abdullah tidak memahami betul pentingnya keterlibatan publik dalam debat kandidat. Ini bukan sekadar acara, tapi bagian dari proses demokrasi yang sangat krusial,” tandas Gazali.
Desakan Publik dan Langkah Selanjutnya
Penolakan terhadap pemindahan lokasi debat ini terus bergulir. Masyarakat Luwu dan organisasi-organisasi lokal berharap agar KPU dapat mempertimbangkan ulang keputusan ini, demi memastikan bahwa Pilkada Luwu berjalan transparan, inklusif, dan melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Dengan tekanan yang semakin kuat, kini bola panas ada di tangan KPU Sulsel. Apakah mereka akan mengevaluasi keputusan KPU Luwu atau tetap melanjutkan debat di Makassar, hal ini masih menjadi pertanyaan besar yang dinantikan jawabannya oleh publik.
@mds_Luwu24/10/24