Notification

×

Iklan

Iklan

FLYER-GEMILANG-OSN-SMP-MTs-Page-0© FLYER-GEMILANG-OSN-SMP-MTs-Page-1©

Pencabutan Status Tersangka Prof Sufirman, Pukat Sulsel: Dugaan Gratifikasi dalam Penyelesaian Internal Kasus Penggelapan Dana Yayasan UMI

Tuesday, October 8, 2024 | October 08, 2024 WIB Last Updated 2024-10-08T09:24:13Z

 

Prof. Sufirman dan Farid Mamma,SH., M.H


Makassar, 8 Oktober 2024 – Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi (PUKAT) Sulsel mengecam keras pencabutan status tersangka Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI) non-aktif, Prof Sufirman Rahman, yang diduga terlibat dalam korupsi dana yayasan UMI. Farid Mamma, SH., MH., Direktur PUKAT Sulsel, menilai pengembalian dana yayasan yang dikorupsi tidak seharusnya menghentikan proses hukum, terlebih ada indikasi gratifikasi yang memperburuk situasi.


“Pencabutan status tersangka ini menimbulkan kecurigaan adanya gratifikasi. Pengembalian dana yayasan tidak boleh dijadikan alasan untuk menghentikan penyelidikan. Undang-Undang Yayasan secara tegas mengatur bahwa pengelolaan dana yayasan harus transparan dan wajib diaudit oleh Akuntan Publik,” ujar Farid kepada awak media pada Selasa (8/10/2024).


Farid menekankan bahwa pengembalian dana yang diselewengkan tidak membebaskan tersangka dari tanggung jawab pidana. "Pasal ini juga berlaku dalam konteks dana yayasan. Pengembalian dana hanya bisa dipertimbangkan untuk meringankan hukuman, tetapi tindak pidananya tetap harus diproses," tambahnya.


Indikasi Gratifikasi dalam Pencabutan Status Tersangka


Farid menjelaskan bahwa pencabutan status tersangka Prof Sufirman dapat dikategorikan sebagai gratifikasi jika ada bukti bahwa tindakan tersebut dilakukan sebagai imbalan atas pengembalian dana yayasan. “Jika pencabutan status tersangka berhubungan langsung dengan pengembalian dana, ini menunjukkan bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menghindari konsekuensi hukum. Pengembalian dana yang tidak disertai dengan proses hukum yang transparan bisa dianggap sebagai upaya menutupi pelanggaran,” tegasnya.


Ia mengingatkan bahwa jika penyelesaian kasus ini dilakukan secara internal tanpa penegakan hukum yang jelas, maka hal ini menciptakan preseden buruk dan memperkuat dugaan gratifikasi. “Dana yayasan harus digunakan untuk kepentingan pendidikan, dan setiap penyimpangan harus diproses sesuai aturan hukum yang berlaku,” lanjut Farid.


Pengembalian Dana Yayasan Tak Menghentikan Proses Hukum


Farid lebih lanjut menjelaskan bahwa pengembalian dana yayasan oleh tersangka dapat menjadi bahan pertimbangan pengadilan untuk meringankan hukuman, tetapi tidak bisa dijadikan alasan untuk menghentikan penyidikan. "Mengembalikan dana yang sudah digelapkan hanya bisa meringankan hukuman, tetapi tidak menghapus tindak pidananya. Hukum harus tetap berjalan sesuai dengan Undang-Undang Yayasan," tegas Farid.


Polemik Pencabutan Status Tersangka


Kombes Pol Didik Supranoto, Kabid Humas Polda Sulsel, menyampaikan bahwa pencabutan status tersangka Prof Sufirman dilakukan setelah adanya pengembalian dana dan pencabutan laporan oleh pelapor. “Penyidikan terhadap Prof S (Sufirman) sudah dihentikan melalui SP3 karena ada pengembalian dana yayasan dan laporan telah dicabut. Namun, kami tidak tahu pasti berapa jumlah dana yang dikembalikan,” jelasnya.


Meskipun status Prof Sufirman dicabut, tiga tersangka lainnya, termasuk mantan Rektor UMI Prof Basri Modding, masih dalam proses penyidikan. Farid menilai pencabutan status tersangka ini melemahkan upaya pemberantasan korupsi di sektor yayasan pendidikan dan menimbulkan preseden buruk.


Kasus ini terkait dugaan penggelapan dana yayasan di UMI yang menyebabkan kerugian sekitar Rp 4,3 miliar. Pengembalian dana tidak bisa menjadi alasan untuk menghentikan kasus yang diduga melibatkan empat tersangka.

@mds

Berita Video

IMG-20241205-WA0057® IMG-20241205-WA0058® IMG-20241205-WA0059® IMG-20241205-WA0056®
×
Berita Terbaru Update