Makassar, 18 November 2024 - Sejumlah orang tua siswa SD Percontohan PAM Makassar menyuarakan kekhawatiran mengenai pengelolaan buku paket pembelajaran. Buku yang seharusnya dibagikan kepada siswa justru disimpan di sekolah tanpa kejelasan distribusi. Beberapa orang tua mengklaim buku-buku tersebut sering dilaporkan hilang, namun tidak ada informasi rinci dari pihak sekolah mengenai jumlah pasti atau langkah penanganan yang diambil.
Kepala Sekolah SD Percontohan PAM menjelaskan bahwa perubahan ini berkaitan dengan implementasi Kurikulum Merdeka, di mana buku fisik tidak lagi dibawa pulang karena siswa kini diarahkan menggunakan buku digital yang tersedia di situs buku.kemdikbud.go.id. “Semua buku ada di kelas masing-masing, dan pembelajaran diarahkan pada alur merdeka yang lebih interaktif. Fokusnya adalah kolaborasi siswa dengan keluarga di rumah tanpa beban pekerjaan rumah (PR) konvensional,” ungkap Kepala Sekolah, saat dihubungi via chat WhatsApp.
Namun, kebijakan ini menuai kritik dari orang tua siswa. Mereka mengaku tidak pernah diberi akses atau penjelasan memadai terkait buku digital tersebut. Beberapa bahkan menyebut bahwa pada tahun sebelumnya, buku paket fisik masih dibagikan, sehingga perbedaan kebijakan tahun ini menjadi tanda tanya besar.
Komentar Pakar Pendidikan
Menanggapi permasalahan ini, Muh Rizal Noma, seorang pakar pendidikan yang juga Ketua DPP LEMKIRA, memberikan tanggapan keras terhadap pengelolaan dana BOS di SD Percontohan PAM. Menurutnya, persoalan ini mencerminkan buruknya manajemen dan transparansi pihak sekolah dalam penggunaan anggaran.
“Dana BOS itu diatur jelas dalam Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021, termasuk alokasinya untuk pembelian buku teks utama dan buku pendamping. Jika buku itu sudah dibeli tetapi tidak dibagikan, ini pelanggaran serius. Apalagi jika ada laporan buku hilang, sekolah wajib bertanggung jawab penuh, bukan malah berdalih dengan alasan yang tidak masuk akal!” tegas Rizal.
Ia menambahkan, kebijakan penggunaan buku digital memang diakomodasi oleh pemerintah, tetapi harus disertai dengan pemberian akses yang memadai. "Kalau orang tua tidak tahu cara mengaksesnya, di mana fungsi edukasi pihak sekolah? Jangan sampai kebijakan ini hanya jadi kedok untuk menutupi masalah internal. Sekolah adalah perpanjangan tangan pemerintah, jangan seenaknya mengelola dana BOS yang berasal dari uang rakyat,” tambahnya dengan nada geram.
Pertanyaan yang Mencuat
Situasi ini menimbulkan sejumlah pertanyaan dari orang tua siswa dan pihak media:
Kapan Kurikulum Merdeka mulai diterapkan sepenuhnya di SD Percontohan PAM?
Apa dasar kebijakan penggunaan buku digital tanpa memastikan seluruh orang tua memiliki akses?
Mengapa tidak ada transparansi mengenai pengelolaan buku fisik yang disimpan di sekolah, termasuk buku yang dilaporkan hilang?
Dalam konteks hukum, Pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak. Selain itu, penggunaan dana BOS harus sesuai dengan juknis yang diatur dalam Permendikbud untuk menjamin efisiensi dan akuntabilitasnya.
Orang Tua Mendesak Penjelasan
Para orang tua berharap pihak sekolah memberikan penjelasan dan solusi konkret agar hak pendidikan anak-anak mereka tidak terabaikan. “Kami hanya ingin kejelasan. Kalau memang pakai buku digital, beri kami aksesnya. Kalau masih ada buku fisik, mengapa tidak dibagikan? Anak-anak kami berhak mendapat fasilitas belajar yang layak,” ujar salah satu orang tua siswa.
Muh Rizal Noma juga mendesak pihak terkait, termasuk Dinas Pendidikan, untuk segera turun tangan mengaudit penggunaan dana BOS di sekolah tersebut. “Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi pengelolaan pendidikan di daerah lain. Jangan biarkan siswa dirugikan akibat kelalaian pihak sekolah!” pungkasnya.
Kejelasan mengenai distribusi dan pemanfaatan buku, baik fisik maupun digital, menjadi krusial untuk mendukung keberhasilan implementasi Kurikulum Merdeka. Transparansi dan akuntabilitas dari pihak sekolah serta dinas terkait diharapkan dapat segera menyelesaikan polemik ini.
@mds