Muh.Rizal Noma & Logo Penerbit
Makassar, Sulawesi Selatan, 11 November 2024 – Dunia pendidikan kembali tercoreng oleh pengungkapan skandal korupsi besar-besaran yang melibatkan ribuan kepala sekolah di berbagai wilayah Indonesia. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), yang seharusnya menjadi fondasi peningkatan mutu pendidikan, disalahgunakan dalam skema fee gelap hingga 40%. Praktik kotor ini membuktikan adanya konspirasi antara kepala sekolah dan penerbit besar, seperti Penerbit Erlangga, untuk memperkaya diri dengan cara yang merusak moralitas institusi pendidikan.
Lembaga pengawas publik yang menangani kinerja pendidikan membeberkan modus operandi skandal ini. Kepala sekolah disebut menerima kickback sebesar 40% dari nilai pengadaan buku yang dialokasikan dari Dana BOS. Ratusan juta rupiah yang seharusnya untuk kepentingan pendidikan, justru menjadi sumber pendapatan ilegal bagi para kepala sekolah. Praktik ini jelas melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2020 yang mengatur penggunaan Dana BOS secara transparan dan akuntabel. Selain itu, tindakan tersebut termasuk pelanggaran berat sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Modus Operasi: Memanipulasi Dana BOS Demi Keuntungan Pribadi
Skema korupsi ini bermula dari penyusunan Rencana Anggaran Kerja Sekolah (RAKS) yang dibuat kepala sekolah untuk mendapatkan Dana BOS. Pada tahap pengadaan buku, beberapa kepala sekolah tergiur dengan tawaran komisi besar dari penerbit. "Dalam pengadaan ini, dana Rp100 juta per semester bisa diselewengkan hingga 40% untuk masuk ke kantong pribadi kepala sekolah," ungkap seorang sumber dari lembaga pengawas publik.
Dengan adanya praktik kickback ini, penerbit seperti Erlangga diduga memanfaatkan ketergantungan sekolah pada pengadaan buku untuk memperkuat pengaruhnya, sekaligus merugikan anggaran pendidikan secara signifikan. Jaringan korupsi ini bahkan diyakini melibatkan oknum dari berbagai lapisan birokrasi, menandakan korupsi yang telah mengakar kuat.
Muh Rizal Noma: “Pengkhianatan terhadap Generasi Penerus!”
Menanggapi terbongkarnya praktik tersebut, Muh Rizal Noma, aktivis pendidikan dan tokoh penggiat antikorupsi, mengecam keras tindakan para oknum yang menyalahgunakan Dana BOS. "Ini bukan sekadar korupsi biasa. Ini adalah pengkhianatan terhadap generasi penerus bangsa. Ketika uang yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan pendidikan malah dijadikan sarana memperkaya diri, maka kita sedang merusak fondasi masa depan bangsa," tegas Muh Rizal dengan nada geram.
Rizal mendesak aparat penegak hukum untuk segera turun tangan dan menghukum para pelaku korupsi ini dengan sanksi tegas. "Saatnya penegakan hukum menunjukkan ketegasan dalam melawan korupsi. Jika aparat berkomitmen, pelaku di balik praktik ini harus dihukum seberat-beratnya untuk menciptakan efek jera," tambahnya.
Lebih lanjut, Rizal menuntut agar perusahaan-perusahaan penerbit yang terlibat dalam skandal ini di-blacklist dari proyek pengadaan pendidikan. "Perusahaan yang berani mempermainkan dana pendidikan tak boleh lagi diberi ruang di sektor pendidikan. Kita harus menjaga agar dunia pendidikan kita bersih dari mafia anggaran," serunya.
Seruan Penegakan Hukum yang Kuat dan Tegas
Lembaga pengawas kinerja publik juga menekankan pentingnya tindakan tegas dari aparat hukum dalam menangani kasus ini. "Korupsi di sektor pendidikan adalah ancaman serius bagi negara. Kasus ini harus jadi bukti bahwa kita tidak akan membiarkan tindakan yang merusak masa depan bangsa ini berlangsung begitu saja," ujar seorang narasumber dari lembaga tersebut.
Muh Rizal Noma pun berharap bahwa kasus ini bisa menjadi titik balik untuk mengembalikan integritas dalam dunia pendidikan Indonesia. "Jika korupsi di bidang pendidikan ini dibiarkan, maka bangsa ini sedang menggali lubang kehancuran bagi generasi mendatang. Kita harus bangkit melawan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat pada sistem pendidikan," tutupnya.
Jika skandal ini tidak segera diatasi dengan penegakan hukum yang tegas, maka korupsi akan terus merusak moralitas bangsa, sementara masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada sistem pendidikan yang seharusnya menjadi landasan utama pembangunan negara.
@mds