Pelaku |
Makassar, 29 November 2024 – Universitas Hasanuddin (Unhas) kembali menjadi sorotan publik menyusul kasus pelecehan seksual yang melibatkan dosen berinisial FS terhadap seorang mahasiswi bimbingannya. Insiden yang terjadi pada 25 September 2024 itu mencuat setelah korban melaporkan pelecehan berupa pelukan tidak diinginkan dan nyaris ciuman kepada Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unhas.
Namun, respons satgas PPKS dinilai mengecewakan. Pelaku hanya diberi sanksi skorsing dua semester, yang dianggap sejumlah pihak sebagai bentuk perlindungan terhadap pelaku. Korban bahkan mendapat tekanan dan tuduhan berhalusinasi dari oknum tertentu setelah mempublikasikan kasus ini.
Pakta Integritas Ditolak, Mahasiswa Di-Drop Out
Upaya korban mencari keadilan makin terhambat ketika Rektor dan dekanat Fakultas Ilmu Budaya (FIB) menolak menandatangani pakta integritas untuk merekomendasikan pemecatan pelaku. Ironisnya, seorang mahasiswa yang mendukung korban secara vokal malah dilaporkan di-drop out (D.O) oleh pihak rektorat.
Kasus Serupa di FISIP Unhas Masih Gelap
Kasus lain juga terjadi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas, di mana empat mahasiswa program studi Sosiologi melaporkan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang guru besar pada 10 Juni 2024. Tindakan pelaku meliputi mencium kening, mengelus punggung, memegang leher, dan tangan korban. Meski telah dilaporkan ke satgas PPKS, hingga kini tak ada kejelasan sanksi terhadap pelaku.
Pelaku bahkan masih terlihat aktif di departemen Sosiologi, memunculkan kekhawatiran akan keberlanjutan pelecehan seksual di lingkungan kampus. Para korban merasa tidak mendapatkan transparansi dari satgas PPKS terkait rekomendasi sanksi kepada rektorat.
Kritik Terhadap Penanganan Kampus
Rentetan kasus ini memunculkan pertanyaan serius mengenai komitmen Unhas dalam menangani kekerasan seksual. Berbagai pihak menilai tindakan rektorat dan satgas PPKS belum memberikan perlindungan yang layak bagi korban.
“Langkah konkret harus segera diambil untuk memberikan keadilan kepada para korban dan mencegah kasus serupa di masa mendatang. Institusi pendidikan harus menjadi tempat yang aman bagi mahasiswa,” ujar salah satu pemerhati pendidikan di Sulawesi Selatan.
Komunitas kampus kini menanti tindakan tegas dari pihak rektorat untuk memulihkan keadilan, memberlakukan sanksi yang setimpal bagi pelaku, serta memperbaiki sistem perlindungan korban agar tidak ada lagi mahasiswa yang merasa terabaikan di tengah situasi traumatis.
@ans