Salim Mamma & Pelaku serta Korban |
Makassar 24 November 2024 – Tragedi memilukan kembali mencoreng tubuh Polri. Penembakan brutal yang melibatkan sesama anggota polisi di Polres Solok Selatan memicu keprihatinan mendalam sekaligus kemarahan publik. Ketua Umum Perserikatan Journalist Siber Indonesia (Perjosi), Salim Djati Mamma, menyerukan tindakan tegas dari Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk segera melakukan reformasi mendalam melalui tes kejiwaan (teswa) rutin bagi setiap personel Polri.
"Tes kejiwaan bukan lagi kebutuhan biasa, melainkan keharusan mendesak. Polri harus menyadari tingkat stres yang dialami anggotanya sangat bervariasi. Apalagi, mereka yang berpangkat perwira kerap terjebak dalam rutinitas dan kejenuhan. Jangan sampai senjata api di tangan mereka justru membahayakan sesama," ujar Salim dengan nada geram, Sabtu (23/11/2024).
Tragedi Solok Selatan: Potret Buruk Manajemen Internal Polri
Kasus penembakan yang terjadi pada Jumat (22/11) dini hari itu menelan korban jiwa, yakni Kasat Reskrim AKP Ryanto Ulil Anshar, yang tewas di tangan AKP Dadang Iskandar, atasannya sendiri. Peristiwa tragis ini tidak hanya memperlihatkan kegagalan individu, tetapi juga buruknya manajemen internal di tubuh Polri.
Salim mengingatkan, insiden semacam ini merupakan puncak dari gunung es masalah di Polri. "Jika mentalitas personel tidak diperhatikan, bagaimana mereka bisa melayani masyarakat? Jika mereka justru menjadi ancaman, ini bukti ada yang salah di tubuh institusi," tegasnya.
Intervensi Atasan dan Budaya Bobrok: Akar Masalah di Polri
Salim, yang juga mantan Direktur Utama Koran Harian Ujungpandang Ekspres, dengan tajam menyoroti budaya intervensi yang mengakar di Polri. Ia menyebut banyak kasus yang gagal diselesaikan secara tuntas karena tekanan dari oknum atasan yang memiliki kepentingan pribadi.
"Oknum bermental buruk sering menjadi pelindung pelaku kejahatan. Lebih parah lagi, mereka bahkan terlibat langsung dalam kejahatan itu. Akibatnya, masyarakat kehilangan kepercayaan karena merasa hukum tidak ditegakkan dengan adil," katanya.
Kapolri Dituntut Bertindak Nyata
Sebagai adik dari mantan Wakabareskrim Polri, Irjen Pol (P) Dr. H. Syahrul Mamma, SH, MH, Salim menegaskan, sudah saatnya Kapolri mengeluarkan kebijakan tegas berupa Telegram Khusus (TR) untuk menindak anggota bermasalah tanpa pandang bulu.
"Pemecatan tidak hormat (PTDH) harus menjadi langkah awal. Polri tidak boleh memberi ruang bagi mereka yang bermental buruk. Jika tidak, kasus seperti ini akan terus berulang dan merusak kepercayaan masyarakat secara permanen," serunya.
Ia juga menyoroti dana remon yang seharusnya menjadi pemacu kinerja profesional anggota Polri. "Dana itu sudah ada, tetapi mentalitas buruk dari oknum atasan sering menjadi sumber masalah. Reformasi harus dimulai dari pemimpin di internal Polri," lanjutnya.
Reformasi Polri Demi Masa Depan Bangsa
Salim memperingatkan, jika Polri tidak segera melakukan reformasi besar-besaran, kepercayaan masyarakat akan lenyap. "Di saat Presiden Prabowo Subianto gencar membersihkan tubuh pemerintahan, Polri tidak boleh terlena. Jika Polri tetap begini, masyarakat bisa meminta institusi ini digabung ke badan pemerintahan lain. Itu akan menjadi akhir dari independensi Polri," katanya dengan tegas.
Peringatan Keras untuk Kapolri
Sebagai wartawan senior di bidang kriminalitas, Salim berharap tragedi ini menjadi peringatan keras bagi Polri. "Jika reformasi tidak segera dilakukan, bukan hanya citra Polri yang hancur, tetapi masa depan bangsa juga dipertaruhkan. Polri adalah penjaga keadilan, bukan ancaman bagi masyarakat," pungkasnya.
Insiden ini bukan lagi sekadar alarm, melainkan lonceng kematian bagi kepercayaan publik terhadap Polri. Reformasi adalah jawaban yang tidak bisa ditunda, demi masa depan institusi dan negara yang lebih baik.
@mds_tim