Makassar, Celebes Post, 8 Desember 2024 – Pelaksanaan Bimbingan Teknis (Bimtek) Kepala Desa (Kades) Kabupaten Wajo yang berlangsung di Hotel Aryaduta, Makassar, pada Jumat hingga Minggu (6-8 Desember 2024), menuai kritik tajam. Kegiatan bertema Optimalisasi Pengelolaan Pembangunan Desa dan Tata Kelola Pengadaan Barang dan Jasa ini diduga hanya menjadi ajang bisnis bagi oknum tertentu yang terus berganti nama penyelenggara, tetapi tetap melibatkan pihak yang sama.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, kegiatan kali ini dilaksanakan oleh PT. Putri Dewani Mandiri dengan mobilisasi oleh Hj. Andi Muafiah, SH. Biaya Bimtek dibebankan kepada masing-masing peserta dengan rincian Rp4.500.000 per orang. Biaya ini mencakup:
Pelatihan selama 3 hari
Konsumsi (coffee break 4 kali, makan siang 2 kali, makan malam 2 kali)
Menginap 2 malam (twin share)
Sertifikat Bimtek
Seminar kit peserta
Sejumlah kepala desa yang mengikuti kegiatan tersebut merasa bahwa Bimtek ini tidak memberikan manfaat signifikan. Salah satu narasumber yang enggan disebutkan namanya menyebut bahwa kegiatan tersebut hanya formalitas dan merupakan kewajiban yang dibebankan kepada peserta.
“Kami mendapat undangan dan disuruh ikut. Katanya ini penting untuk optimalisasi pembangunan desa, tapi rasanya hanya seremonial saja,” ujar seorang kepala desa.
Kegiatan Bimtek seperti ini juga dilaporkan berlangsung secara rutin, bahkan dalam kurun waktu satu tahun bisa dilaksanakan hingga lima kali pelatihan dengan pola yang sama. Hal ini semakin memunculkan dugaan bahwa kegiatan ini lebih bertujuan untuk mendapatkan keuntungan daripada memberikan manfaat nyata bagi pembangunan desa.
Ketua Simpul Pergerakan Mahasiswa dan Pemuda (SPMP) Sulawesi Selatan, Rais Al Jihad, mengkritisi pelaksanaan Bimtek ini. Menurutnya, kegiatan ini terkesan sebagai modus untuk memperkaya oknum tertentu. “Yang disayangkan, kegiatan ini seperti gonta-ganti nama lembaga penyelenggara, tetapi orang-orang di baliknya tetap sama. Ini patut dicurigai,” tegas Rais.
Ia juga menyesalkan bahwa pelaksanaan kegiatan tersebut sering kali mengatasnamakan pihak Kejari atau Kejati untuk menekan kepala desa agar ikut. “Ini jelas modus menakut-nakuti, dan yang rugi adalah para kepala desa yang terpaksa membayar biaya tinggi tanpa hasil nyata,” tambahnya.
Pengamat hukum sekaligus Direktur Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi (PUKAT) Sulsel, Farid Mamma, SH., M.H., menilai bahwa penggunaan Dana Desa untuk kegiatan yang tidak relevan adalah bentuk penyalahgunaan anggaran. Hal ini bertentangan dengan Pasal 3 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta melanggar Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa.
“Penyelenggaraan kegiatan semacam ini hanya menguras anggaran tanpa memberikan manfaat signifikan. Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum harus segera menyelidiki kegiatan ini untuk memastikan tidak ada unsur korupsi di dalamnya,” ujar Farid.
Diketahui, kegiatan Bimtek ini sudah berlangsung selama empat tahun dengan berbagai nama lembaga, tetapi diduga tetap dikelola oleh pihak yang sama. Hingga berita ini diturunkan, penyelenggara belum memberikan tanggapan terkait tuduhan tersebut.
@mds