Notification

×

Iklan

Iklan

FLYER-GEMILANG-OSN-SMP-MTs-Page-0© FLYER-GEMILANG-OSN-SMP-MTs-Page-1©

BTN Batarialand dan BPN Gowa Diduga Main mata Serobot Tanah Warisan: Ahli Waris Tuntut Keadilan

Wednesday, December 4, 2024 | December 04, 2024 WIB Last Updated 2024-12-04T15:20:53Z
Ahli Waris, BPN GOWA, Batarialand, Denah


Gowa, Sulawesi Selatan, 4 Desember 2024 – Sengketa tanah kembali mencuat di Kabupaten Gowa. Kali ini, ahli waris almarhum Hasan Bin Lawing mendesak pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Gowa, Kanwil BPN Sulawesi Selatan, hingga Satgas Mafia Tanah Kementerian ATR/BPN Pusat untuk segera mengembalikan batas tanah warisan yang diduga diserobot oleh pihak developer perumahan Bataria Land 1.


Dalam pernyataan yang disampaikan oleh kuasa hukum ahli waris, Sya'ban Sartono, S.H., C.L.A., melalui surat resmi tertanggal 29 Juli 2024, terungkap bahwa luas tanah yang semula tercatat 5.200 m² berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 205 atas nama almarhum Hasan Bin Lawing, menyusut menjadi 4.786 m² tanpa sepengetahuan ahli waris.


Kronologi Pengukuran Ulang


Masalah bermula pada 27 Juli 2023, saat dilakukan pengukuran ulang atas permintaan Syahruddin Dg Lawa, salah satu ahli waris yang juga bertindak sebagai pengurus penjualan tanah kepada developer perumahan. Pengukuran tersebut, yang dilakukan oleh petugas BPN Kabupaten Gowa, ternyata menghasilkan luasan tanah yang lebih kecil dari catatan awal.


“Saat itu, batas-batas tanah sulit dikenali karena lokasi sebelah utara sudah dibangun perumahan Bataria Land 1. Ahli waris terpaksa menunjuk ujung pembangunan tersebut sebagai batas, dengan asumsi bahwa pihak developer juga mematuhi batas lokasi yang sah,” ungkap Sya'ban Sartono.


Namun, ketika hasil pengukuran diterbitkan dua bulan kemudian, ahli waris kaget melihat luas tanah menyusut signifikan. Tidak hanya itu, ahli waris juga tidak diberi penjelasan terkait alasan perubahan tersebut.


Tanggapan Praktisi Hukum


Praktisi hukum Hadi Soetrisno, S.H., menilai kasus ini mengandung indikasi pelanggaran hukum yang serius, terutama terkait pelanggaran hak atas tanah yang dilindungi oleh undang-undang.


“Berdasarkan Pasal 32 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sertifikat hak atas tanah merupakan alat bukti yang kuat. Jika terdapat penyimpangan dalam pengukuran atau penerbitan sertifikat baru yang tidak sesuai dengan sertifikat asli, maka sertifikat tersebut dapat dibatalkan melalui proses hukum,” ungkap Hadi.


Hadi juga menekankan bahwa perbuatan serobotan tanah oleh pihak developer dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. “Dalam konteks pidana, tindakan seperti ini dapat dijerat dengan Pasal 385 KUHP tentang Penggelapan Hak atas Tanah, yang menyatakan bahwa siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak menguasai tanah milik orang lain dapat dipidana dengan hukuman penjara hingga empat tahun,” jelasnya.


Ia juga mengingatkan bahwa tanggung jawab tidak hanya berada di tangan pihak developer, tetapi juga pada instansi yang menerbitkan sertifikat atau melakukan pengukuran ulang. “Bila ditemukan unsur kelalaian atau penyalahgunaan wewenang, maka pejabat yang terlibat dapat dikenai Pasal 421 KUHP tentang Penyalahgunaan Kekuasaan oleh Pejabat Publik,” tambahnya.


Dugaan Penyimpangan dan Klaim Developer

Menurut ahli waris, penyusutan ini diduga kuat akibat serobotan tanah oleh pihak Bataria Land 1. Bukti berupa gambar lokasi tanah menunjukkan adanya area yang telah masuk dalam pembangunan perumahan tersebut. Upaya somasi kepada pihak developer hingga kini tidak digubris.


“Somasi pertama dan kedua sudah dilayangkan, namun pihak developer tidak menunjukkan iktikad baik untuk menyelesaikan masalah ini. Bahkan, permintaan mediasi melalui kelurahan juga diabaikan,” tambah Sya'ban.


Langkah Hukum dan Tuntutan Pengembalian Batas


Ahli waris, melalui kuasa hukumnya, menuntut agar BPN Kabupaten Gowa segera melakukan pengembalian batas sesuai luas tanah awal 5.200 m² yang tercantum dalam SHM Nomor 205. Mereka juga meminta pembatalan sertifikat baru yang diduga cacat administrasi.


Merujuk pada Pasal 110 jo Pasal 108 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/BPN Nomor 9 Tahun 1999, BPN memiliki wewenang membatalkan sertifikat yang diterbitkan jika ditemukan cacat administratif dalam proses penerbitannya.


“Kami akan terus mengawal kasus ini hingga keadilan benar-benar ditegakkan. Hak ahli waris tidak boleh hilang begitu saja karena ketidaktertiban administratif atau bahkan praktik mafia tanah,” tegas Sya'ban Sartono.


Harapan Ahli Waris


Kasus ini menyoroti lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terkait konflik pertanahan di Sulawesi Selatan. Ahli waris berharap pemerintah dan instansi terkait segera turun tangan untuk menyelesaikan sengketa ini, demi mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.



@mds

Berita Video

IMG-20241205-WA0057® IMG-20241205-WA0058® IMG-20241205-WA0059® IMG-20241205-WA0056®
×
Berita Terbaru Update