Bangunan masih Exis di atas drainase |
Makassar, 5 Desember 2024 – Kondisi tata kota di Kecamatan Mamajang, Makassar, kembali menjadi perhatian serius. Dugaan penyalahgunaan fasilitas umum (fasum) di Kelurahan Tamparang Keke memicu keresahan warga. Camat Mamajang, Irdan, memastikan pihaknya telah berkoordinasi dengan Kelurahan Tamparang Keke untuk memanggil warga yang diduga memanfaatkan fasum secara ilegal.
"Kami sudah berkoordinasi dengan pihak Kelurahan Tamparang Keke untuk menindaklanjuti hal ini. Kelurahan akan segera memberikan panggilan kepada warga terkait. Namun, kami juga memohon partisipasi warga yang merasa resah untuk memberikan tanda tangan sebagai penguat dasar hukum kami dalam melakukan penertiban," ujar Irdan dalam konfirmasi kepada media pada 3 Desember 2024.
Permintaan tanda tangan warga mendapat sorotan dari berbagai pihak, termasuk media. Beberapa jurnalis mengingatkan bahwa langkah tersebut harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Pengamat Hukum Tata Kota: Jangan Ada Pembiaran
Menanggapi situasi ini, Pengamat Hukum Tata Kota sekaligus praktisi hukum, Hadi Soetrisno, S.H., mengingatkan agar pemerintah tidak membiarkan penyalahgunaan fasum berlarut-larut.
"Pembiaran terhadap bangunan liar di fasum dapat menjadi contoh buruk bagi masyarakat lainnya. Jika ini dibiarkan, banyak yang akan berbondong-bondong meniru, menciptakan kekacauan tata kota. Apalagi, di bulan Desember ini Makassar kerap diguyur hujan. Kondisi drainase yang terganggu akibat bangunan liar dapat memperburuk risiko banjir," jelas Hadi.
Bangunan di Atas Drainase Langgar Hukum
Lebih lanjut, Hadi menyoroti adanya pelanggaran serius terkait bangunan liar di atas saluran drainase. Ia mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Kota Makassar Nomor 10 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung, yang mengatur larangan pendirian bangunan di atas saluran air atau drainase.
"Setiap bangunan yang berdiri di atas saluran drainase melanggar hukum, dan pemerintah wajib menindak tegas pelanggaran ini. Hal tersebut diatur dalam Pasal 29 Perda tersebut, yang dengan jelas menyebutkan bahwa bangunan tidak boleh menghalangi fungsi drainase. Pemerintah daerah harus segera bertindak agar pelanggaran ini tidak semakin meluas," ujar Hadi.
Ia juga menambahkan bahwa keberadaan bangunan liar di atas drainase dapat mengakibatkan kerusakan infrastruktur kota dan memengaruhi kualitas hidup masyarakat. "Tata kota yang buruk hanya akan memperparah masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan," tegasnya.
Regulasi Tata Ruang Jadi Dasar Penertiban
Merujuk pada Pasal 137 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, masyarakat memiliki peran penting dalam pengendalian pemanfaatan ruang, termasuk pelaporan pelanggaran dan pengajuan keberatan terhadap keputusan tata ruang. Pasal 138 juga mengatur bahwa partisipasi masyarakat dapat dilakukan secara tertulis atau langsung kepada pemerintah, sementara Pasal 139 mewajibkan pemerintah menyediakan sistem informasi tata ruang yang mudah diakses.
Langkah Konkret Pemerintah Kecamatan Ditunggu
Hingga saat ini, pihak Kecamatan Mamajang belum memberikan jadwal pasti kapan penertiban akan dilakukan. Situasi ini memunculkan desakan dari berbagai pihak agar langkah konkret segera diambil untuk mengatasi penyalahgunaan fasum tersebut.
Pengamat Hukum Tata Kota, Hadi Soetrisno, S.H., menegaskan bahwa lambatnya tindakan pemerintah dapat berdampak buruk terhadap keteraturan tata kota. "Pemerintah kecamatan harus segera menetapkan jadwal penertiban dan melaksanakannya tanpa penundaan. Situasi ini tidak boleh berlarut-larut karena penyalahgunaan fasum seperti ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berpotensi menimbulkan dampak lingkungan serius, terutama di tengah musim hujan," ujar Hadi.
Ia menambahkan bahwa tindakan tegas pemerintah tidak hanya untuk menegakkan hukum, tetapi juga untuk memberikan efek jera kepada pelaku pelanggaran. "Ketegasan pemerintah sangat diperlukan agar warga memahami bahwa tata ruang kota adalah hal yang harus dihormati demi kepentingan bersama," pungkasnya.
@mds