Syarief Borahima dan Farid Mamma |
Makassar 25 Desember 2024 - Kasus dugaan percetakan dan peredaran uang palsu di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar semakin memanas. Dalam wawancara eksklusif dengan Syarief Borahima dan Farid Mamma, SH., M.H., kritik tajam dilontarkan terhadap Rektor UIN Alauddin Makassar, Prof. Drs. Hamdan Juhannis, M.A., Ph.D, yang dinilai gagal menunjukkan kepemimpinan dalam menyikapi skandal ini.
Tanggapan Syarief Borahima: Rektor Harus Bertanggung Jawab
Syarief Borahima menegaskan, kasus ini adalah tamparan keras bagi institusi yang selama ini menjadi kiblat pendidikan Islam. "Insiden ini merusak kredibilitas UIN Alauddin sebagai lembaga pendidikan. Prof. Hamdan harus mengambil langkah terhormat untuk mundur dan memberi jalan kepada sosok yang lebih mampu memimpin," tegasnya.
Dia menambahkan bahwa seorang pemimpin harus tahu segala aktivitas yang terjadi di bawah kepemimpinannya. "Tidak mungkin seorang kepala rumah tangga tidak tahu apa yang terjadi di dalam rumahnya, apalagi aktivitas besar seperti percetakan uang palsu. Jika memang benar tidak tahu, itu menunjukkan kelemahan fatal dalam pengawasan," katanya.
Terkait anggaran yang digunakan untuk membeli mesin cetak senilai Rp600 juta, Syarief berpendapat bahwa besar kemungkinan dana tersebut berasal dari universitas. "Mesin itu dianggarkan untuk mencetak buku perpustakaan, tapi malah digunakan untuk tindakan ilegal. Ini menunjukkan adanya pelanggaran serius dalam penggunaan fasilitas kampus," ujarnya.
Syarief juga menyoroti konferensi pers yang dilakukan pihak universitas. "Konferensi itu bukan ajang klarifikasi, melainkan panggung pembelaan diri. Hampir semua media yang hadir tidak diberi kesempatan bertanya, sehingga terkesan hanya upaya membersihkan nama baik semata," katanya dengan nada tegas.
Kritik Pedas dari Farid Mamma: Tuntut Transparansi dan Penegakan Hukum
Farid Mamma, SH., M.H., mengecam keras lemahnya pengawasan di institusi pendidikan sebesar UIN Alauddin Makassar. Menurutnya, kasus ini tidak hanya mencoreng nama baik universitas, tetapi juga memengaruhi kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan Islam. "Rektor tidak bisa sekadar mengatakan tidak tahu. Tanggung jawab moral dan struktural ada di pundaknya," ujarnya.
Farid menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana universitas. "Jika benar mesin cetak ini dibeli menggunakan dana kampus, maka universitas harus diaudit secara menyeluruh. Tidak ada alasan untuk menyembunyikan informasi dari publik, terutama dalam kasus sebesar ini," tegasnya.
Dia juga meminta polisi untuk mengusut tuntas kasus ini tanpa pandang bulu. "Jangan hanya menangkap pelaku kecil, tapi juga aktor intelektual di balik layar. Polisi harus membuktikan komitmen mereka dalam menegakkan hukum," imbuhnya.
Narasi Penutup: Tuntutan Mundur yang Tidak Bisa Ditawar
Kasus ini telah menjadi ujian besar bagi integritas UIN Alauddin Makassar dan kredibilitas pemimpinnya. Desakan agar Prof. Drs. Hamdan Juhannis, M.A., Ph.D mundur bukan sekadar tuntutan emosional, tetapi langkah rasional untuk menyelamatkan nama baik institusi. Sebuah kampus yang gagal menjaga integritasnya tidak hanya kehilangan kepercayaan mahasiswa, tetapi juga masyarakat luas.
Jika Prof. Hamdan tetap bertahan di posisinya tanpa upaya nyata untuk memperbaiki keadaan, maka itu hanya akan semakin menegaskan bahwa UIN Alauddin Makassar telah terjebak dalam pusaran kepemimpinan yang lemah dan tidak bertanggung jawab. Keberlanjutan institusi ini harus menjadi prioritas utama, bukan ambisi pribadi pemimpinnya.
Pihak kepolisian, kejaksaan, dan pihak universitas harus bertindak cepat, tegas, dan transparan. Jika tidak, kepercayaan publik terhadap penegakan hukum dan institusi pendidikan ini akan runtuh tanpa sisa.
Oleh: MDS, Celebes Post. Hasil Wawancara Khusus.