SPBU 74.901.08 |
Makassar, 5 Desember 2024 – Penerapan sistem barcode scanner dalam transaksi pengisian BBM bersubsidi di SPBU 74.901.08 Jl. Veteran Selatan, Mamajang Dalam, Kec. Mamajang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan dan sejumlah wilayah lainnya menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Ketidakpahaman terhadap teknologi ini, ditambah minimnya edukasi dari pemerintah dan operator SPBU, membuat banyak warga merasa kesulitan dalam mendapatkan hak mereka.
Sistem ini dinilai kurang ramah bagi masyarakat kecil yang tidak semua memiliki akses atau kemampuan menggunakan smartphone. Bahkan, sejumlah laporan menunjukkan adanya penyalahgunaan barcode scanner oleh oknum tidak bertanggung jawab. Kasus penggunaan barcode palsu hingga pengisian yang tidak sesuai kuota membuat masyarakat merasa dirugikan.
Pengalaman Masyarakat yang Meresahkan
Seorang warga Jalan Kandea, Makassar, mengungkapkan kebingungannya setelah kuota pengisian BBM-nya habis meski ia merasa belum melakukan transaksi. Hal serupa juga dialami warga Jongaya, yang mendapati kuota mereka terkuras dalam sehari tanpa ada aktivitas pengisian.
“Kuota saya tiba-tiba habis, padahal belum pernah isi BBM hari itu. Saya merasa sistem ini tidak aman dan tidak adil,” ujar salah satu pengendara roda dua yang enggan disebutkan namanya.
Selain itu, beberapa pelanggan juga mengeluhkan pelayanan di SPBU 74.901.08 yang dinilai kurang memadai. “Pegawainya kurang ramah dan sering kali tidak membantu kami yang kebingungan menggunakan barcode scanner. Bukannya mempermudah, malah jadi tambah ribet,” keluh salah satu warga Toddopuli yang kerap mengisi BBM di lokasi tersebut.
Pegawai SPBU 74.901.08 |
Masalah ini memunculkan pertanyaan besar terkait integritas dan pengawasan sistem barcode scanner. Diduga, celah pada sistem ini dimanfaatkan untuk praktek penyelewengan, seperti penggunaan barcode palsu atau penyalahgunaan kuota BBM bersubsidi.
Tanggapan Pemerhati Hukum
Farid Mamma, SH., M.H., pemerhati hukum sekaligus aktivis masyarakat, mengecam keras penerapan sistem barcode scanner ini. Ia menyebutnya sebagai “ilusi transparansi” yang lebih banyak memberikan keuntungan bagi oknum tertentu dibandingkan rakyat kecil.
Masyarakat pengguna Kendaraan |
“Pemerintah memaksa rakyat kecil menggunakan teknologi yang bahkan mereka sendiri belum siap. Sistem ini bukan solusi, tetapi justru membuka celah bagi mafia BBM untuk bermain. Rakyat kecil yang seharusnya menjadi penerima manfaat malah dibuat kesulitan dan semakin dirugikan,” tegas Farid.
Farid Mamma, SH., M.H., |
Menurut Farid, celah dalam sistem barcode scanner ini membuktikan lemahnya pengawasan dan regulasi yang diterapkan pemerintah. “Ini bukan sekadar masalah teknis, tapi juga moral. Jika pemerintah dan operator SPBU terus membiarkan hal ini, kepercayaan masyarakat terhadap program subsidi BBM akan hancur,” tambahnya.
Celah dalam Sistem dan Regulasi
Penggunaan barcode scanner di SPBU 74.901.08 sejatinya bertujuan meningkatkan transparansi distribusi BBM bersubsidi. Namun, tanpa pengawasan ketat, sistem ini justru menimbulkan berbagai persoalan baru.
Farid juga menegaskan pentingnya evaluasi sistem ini. “Pemerintah harus segera melakukan audit menyeluruh terhadap sistem barcode scanner, melibatkan pihak independen, dan memastikan sanksi tegas diberikan kepada pihak yang terbukti melakukan pelanggaran. Tanpa itu, sistem ini hanya akan menjadi sarana eksploitasi,” ujarnya.
Desakan Solusi dari Pemerintah
Masyarakat mendesak pemerintah untuk meninjau kembali penerapan barcode scanner. Selain memberikan edukasi, harus ada teknologi alternatif yang lebih ramah bagi masyarakat kecil. Pengawasan terhadap oknum mafia BBM juga perlu diperketat agar hak masyarakat kecil atas subsidi tidak terusik.
Sistem yang bertujuan baik ini tidak boleh menjadi senjata makan tuan. Sebaliknya, pemerintah harus menjadikan teknologi sebagai alat pembebasan, bukan penindasan bagi rakyat.
@mds