Elvira Ramadani |
Bangka Belitung, 3 Desember 2024 - Indonesia merupakan negara yang dinilai sebagai salah satu perairan yang memiliki Tingkat keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Apalagi dengan keanekaragaman biota perairannya, terkhususnya ekosistem terumbu karang.
Telah teridentifikasi lebih dari 93.000 spesies hidup di terumbu karang, ini menunjukkan betapa pentingnya peran terumbu karang secara ekologis.
Namun, kondisi ekosistem terumbu karang di Indonesia makin menurun. Menurut Rozi, ditinjau dari data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2019, dengan pengamatan di 1.153 titik. Kondisi sangat baik hanya 6,42%, kondisi baik 22,38%, kondisi cukup 37,38%, dan buruk sekitar 33,82%. Penelitiannya pun sudah dilakukan dari tahun-tahun sebelumnya. Hasilnya menunjukkan dengan bertambahnya tahun, bertambah pula kerusakan terumbu karang di Indonesia.
Melihat kerusakan ini, peran hukum menjadi sangat penting untuk melindungi dan mempertahankan ekosistem terumbu karang yang sangat berharga ini. Yang menjadi tantangan adalah meskipun sudah terdapat undang-undang dan peraturan yang mengatur tentang pengelolaan terumbu karang, aktivitas illegal seperti penambangan terumbu karang dengan bom, eksploitasi berlebihan, serta penambangan liar terus dilakukan.
Ini menjadi perhatian bagi aparat penegak hukum dan peningkatan kerjasama dengan masyarakat lokal yang dapat membantu dalam pengawasan.
Sumber hukum utama dalam pengelolaan terumbu karang adalah undang-undang perikanan (UU 9/1985) dan Undang-undang Konservasi (UU 5/1990), sedangkan keduanya mengacu pada ketentuan konservasi dalam UU Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 23/1997).
Dari kedua peraturan tersebut sudah terjadi tumpang tindih kegiatan konservasi, karena konservasi hanya dilakukan terhadap tugas pokok yang menjadi wewenangnya berdasarkan perundangundangan. Penyebabnya karena konservasi tidak ditangani sungguh-sungguh oleh pihak yang memiliki kewajiban, atau karena itu konservasi dilakukan oleh pihak yang sangat menaruh perhatian terhadap keadaan lingkungan hidup.
Untuk itu kolaborasi antara pemerintah, Masyarakat dan penegak hukum harus tetap dilaksanakan dan ditingkatkan. Dimulai dari pengkomunikasian dan kontribusi kerja sama antar pihak melalui kebijakan yang efektif, agar Langkah dalam peran masing-masing bisa berhasil bagi terancamnya ekosistem terumbu karang. Selain itu, hukum juga harus mampu beradaptasi sesuai dengan tantangan baru yang muncul agar peninggalan kekayaan alam terumbu karang tetap terjaga untuk generasi di masa depan.
Penulis : Elvira Ramadani
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung