Notification

×

Iklan

Iklan

Tinjauan Kritis: Peredaran Uang Palsu di Indonesia 2010-2024

Minggu, 22 Desember 2024 | Desember 22, 2024 WIB Last Updated 2024-12-25T03:29:47Z
Temuan, Farid Mamma 


Makassar, 22 Desember 2024 -- Kasus peredaran uang palsu terus menjadi momok serius bagi perekonomian Indonesia. Rentetan kasus yang terungkap sejak tahun 2010 hingga 2024 menunjukkan pola operasi sindikat yang semakin canggih dan terorganisir. Meski penegakan hukum terus dilakukan, efektivitas langkah pemerintah dan aparat keamanan dalam memberantas kejahatan ini masih menjadi tanda tanya besar.


Data dan Tren Peredaran Uang Palsu


Sejak 2010, Bank Indonesia mencatat lonjakan temuan uang palsu, terutama pada pecahan Rp100.000 dan Rp50.000. Pada tahun 2015, BI mengungkapkan bahwa setiap satu juta lembar uang asli yang beredar, ditemukan sekitar 10 lembar uang palsu. Meskipun angka ini menurun menjadi 3 lembar pada tahun 2020, kasus besar yang terungkap menunjukkan bahwa sindikat terus beradaptasi dengan teknologi.


Sindikat Besar yang Terungkap


Sindikat Jakarta (2013): Kasus ini mengungkap peredaran uang palsu senilai Rp3 miliar yang melibatkan alat cetak canggih dan jaringan lintas provinsi. Tersangka utama adalah mantan pegawai percetakan yang memanfaatkan pengetahuan teknisnya untuk memproduksi uang palsu berkualitas tinggi.


Sindikat Medan (2021): Sindikat yang berhasil mengedarkan uang palsu senilai Rp2 miliar di wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya. Operasi mereka terbongkar setelah laporan masyarakat terkait uang yang sulit digunakan di mesin ATM.


Kasus UIN Alauddin Makassar (2024): Salah satu kasus terbesar, melibatkan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar, Andi Ibrahim, sebagai otak operasi. Sindikat ini telah beroperasi selama 14 tahun, menghasilkan uang palsu dengan kualitas tinggi, dan melibatkan 17 tersangka, termasuk pegawai bank.


Komentar Farid Mamma, SH., M.H. 


Farid Mamma, pemerhati hukum pidana dan ekonomi Direktur Pusat Kajian Advokasi dan Anti Korupsi Sulawesi Selatan (PUKAT), dengan nada geram menilai lemahnya pengawasan sistem keamanan uang sebagai akar masalah yang belum diselesaikan dengan serius.


"Kasus peredaran uang palsu ini adalah bukti nyata bahwa sistem pengawasan kita terlalu lemah dan mudah ditembus. Tidak hanya aparat keamanan yang perlu dievaluasi, tetapi juga otoritas keuangan yang seharusnya memastikan keamanan sistem dari hulu ke hilir. Sindikat yang terungkap di UIN Alauddin adalah alarm keras bahwa otak pelaku tidak sekadar mencari celah, tetapi memanfaatkan kelengahan aparat dan pemerintah," tegas Farid.


Farid juga mengecam hukuman yang sering kali dianggap tidak setimpal dengan dampak besar yang ditimbulkan kejahatan ini.


"Hukuman ringan hanya akan membuat para pelaku tertawa di balik jeruji. Pemerintah harus menerapkan hukuman maksimal sebagai efek jera dan membongkar seluruh jaringan, termasuk aktor intelektual yang mendanai dan mengarahkan sindikat ini."


Pola Operasi Sindikat


Sindikat uang palsu di Indonesia menunjukkan pola yang serupa:


Penggunaan Teknologi Modern: Mesin cetak berkualitas tinggi dan teknologi digital mempermudah produksi uang palsu.


Jaringan Luas: Sindikat biasanya melibatkan pelaku dari berbagai latar belakang, seperti pegawai bank, pengusaha, hingga akademisi.


Distribusi Terorganisir: Uang palsu diedarkan melalui pasar tradisional, transaksi daring, dan perbankan informal.


Rekomendasi untuk Masa Depan


Farid juga menyerukan langkah konkret:


"Sudah saatnya pemerintah memperketat regulasi terhadap alat cetak dan tinta khusus, meningkatkan teknologi anti-pemalsuan, serta bekerja sama secara aktif dengan otoritas internasional. Tanpa langkah-langkah ini, peredaran uang palsu akan tetap menjadi kanker bagi perekonomian kita."


Kasus-kasus besar seperti ini menjadi cermin bahwa kejahatan uang palsu bukan hanya masalah kriminal, melainkan ancaman serius bagi stabilitas ekonomi. Pemerintah tidak boleh berpangku tangan, tetapi harus menjadikan ini prioritas utama dalam upaya pemberantasan.


@mds


Berita Video

×
Berita Terbaru Update