![]() |
Sedikit Penampakan Tambang ilegal |
CELEBES POST, Bone – Aktivitas tambang pasir ilegal di Desa Welado, Kecamatan Ajangale, Kabupaten Bone, menjadi sorotan tajam dan menuai kritik dari berbagai pihak. Kepala Desa Welado secara terbuka mengakui keterlibatannya dalam melindungi tambang ilegal tersebut yang terus beroperasi meski dinyatakan melanggar hukum.
Tambang pasir ilegal yang tidak memiliki izin resmi tetap beroperasi dengan dalih historis dan kebutuhan ekonomi masyarakat setempat. Dalam wawancara eksklusif pada Minggu (26/1/2025), Kepala Desa Welado mengungkapkan bahwa operasional tambang ini telah berlangsung turun-temurun dan menjadi sumber penghidupan utama masyarakat di desa tersebut.
“Tambang ini sudah ada sejak zaman dulu, dan masyarakat saya rata-rata hidup dari tambang ini. Memang ilegal, tapi bagaimana lagi? Kalau dihentikan, banyak warga yang kehilangan mata pencaharian,” ujarnya dengan nada pasrah.
Kerusakan Lingkungan dan Infrastruktur
Keberadaan tambang ini telah menimbulkan dampak signifikan terhadap lingkungan dan infrastruktur. Runtuhnya bahu jalan di beberapa titik akibat aktivitas tambang menjadi ancaman nyata bagi masyarakat dan pengguna jalan. Abrasi di sepanjang aliran sungai juga semakin memperburuk kondisi lingkungan setempat. Pihak Pompengan, yang sebelumnya memberikan rekomendasi izin hingga 2020, menolak memperpanjang izin karena kerusakan infrastruktur yang diakibatkan oleh tambang tersebut.
![]() |
Kendaraan Operasional Tambang ilegal |
“Pompengan tidak mau memberikan rekomendasi izin karena bahu jalan runtuh akibat tambang. Tapi masyarakat tetap memaksa tambang berjalan,” ungkap Kepala Desa Welado.
Namun, alasan kebutuhan ekonomi tidak membenarkan pelanggaran hukum dan pembiaran yang menyebabkan kerusakan lingkungan serta infrastruktur. Aktivitas tambang yang tidak dilengkapi Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) menunjukkan lemahnya pengawasan dari pemerintah dan dinas terkait.
Kegagalan Penegakan Hukum
Kasus ini mencerminkan lemahnya penegakan hukum di tingkat lokal. Kepala Desa Welado, sebagai pejabat publik, seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga legalitas dan kelestarian lingkungan. Namun, pengakuannya justru menunjukkan pembiaran yang sistematis.
Aktivitas tambang ilegal ini melanggar sejumlah undang-undang, antara lain:
UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara – Pasal 158 menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa izin dapat dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup – Pasal 98 mengatur ancaman pidana bagi pelaku perusakan lingkungan.
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria – Terkait kepemilikan tanah dan penggunaan lahan yang tidak sesuai peruntukannya.
“Kerugian negara akibat hilangnya pajak dan royalti dari tambang ilegal ini sangat besar. Belum lagi dampak sosial dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Ini bukan hanya masalah ekonomi masyarakat lokal, tapi sudah masuk ranah hukum yang harus segera ditegakkan,” ujar Farid Mamma, SH., M.H., pemerhati hukum lingkungan.
Seruan untuk Penindakan Tegas
Aktivitas tambang ilegal di Desa Welado seharusnya menjadi alarm serius bagi pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk bertindak. Pembiaran hanya akan memperburuk kerusakan lingkungan dan menciptakan preseden buruk terhadap penegakan hukum di wilayah lain.
“Ini adalah bentuk pembiaran sistematis. Pemerintah tidak boleh hanya berpangku tangan. Harus ada tindakan tegas untuk menghentikan tambang ilegal ini. Jika tidak, masyarakat akan terus menjadi korban, dan lingkungan akan semakin rusak,” tambah Farid dengan nada geram.
Pengawasan Lemah, Solusi Ditunggu
Kepala Desa Welado menyebut bahwa solusi untuk mengatasi masalah ini memerlukan kolaborasi antara pemerintah daerah, pihak Pompengan, dan masyarakat setempat. Namun, hingga kini, belum ada langkah konkret yang dilakukan untuk menghentikan operasional tambang.
“Kami butuh solusi. Kalau tambang dihentikan, masyarakat harus diberikan alternatif pekerjaan. Pemerintah tidak boleh hanya melarang tanpa memberikan jalan keluar,” ujar salah satu warga Desa Welado yang enggan disebutkan namanya.
Orisinalitas Kasus dan Tanggung Jawab Pemerintah
Pengakuan terbuka Kepala Desa Welado menjadi cerminan lemahnya sistem tata kelola pertambangan di tingkat lokal. Tradisi dan kebutuhan ekonomi tidak boleh menjadi alasan untuk melanggar hukum dan merusak lingkungan. Pemerintah pusat dan daerah harus segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini dengan pendekatan yang adil dan berkelanjutan.
Reporter: MDS
Kantor Berita Resmi: CELEBES POST