Gambar Fadil berdampingan Lahan Tambang |
CELEBES POST, Kolaka – Aktivitas pertambangan PT Ceria Nugraha Indotama kembali disorot setelah diduga menjadi penyebab banjir yang merendam lahan perkebunan dan pertanian masyarakat di Desa Ponre Waru, Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Koordinator Dema PTKI se-Indonesia Wilayah Tiga, Fadil Musaffar, mengungkapkan bahwa bencana banjir ini dipicu oleh jebolnya settling pond (setpond) milik perusahaan tambang tersebut.
“Iya, benar. Banjir yang sampai ke permukiman masyarakat, perkebunan, dan pertanian dipicu oleh jebolnya setpond yang berada di lokasi pertambangan PT Ceria Nugraha Indotama,” ungkap Fadil Musaffar.
Fadil menegaskan bahwa kejadian serupa bukan pertama kalinya terjadi di daerah tersebut. Menurutnya, aktivitas tambang yang beroperasi di kawasan pegunungan menjadi faktor utama penyebab banjir yang kerap melanda masyarakat setempat. Ia juga menyoroti bahwa material tanah dan lumpur yang terbawa arus memperburuk kondisi lahan pertanian, menyebabkan kerugian besar bagi warga yang menggantungkan hidupnya dari sektor agraris.
Masuk ke Lahan Tambang |
Atas kondisi ini, Fadil mendesak pemerintah, terutama Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk segera melakukan moratorium dan evaluasi terhadap seluruh aktivitas pertambangan di Kabupaten Kolaka. Menurutnya, jika dibiarkan tanpa pengawasan ketat, dampak dari eksploitasi pertambangan tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga menurunkan kualitas hidup masyarakat setempat.
“Jika aktivitas pertambangan hanya dipandang sebagai sarana pertumbuhan ekonomi tanpa memperhitungkan dampak ekologisnya, maka bencana lingkungan di masa depan akan semakin parah, dengan daya rusak yang lebih luas. Masyarakat hanya menjadi korban dari dampak ekstraktif ini,” tegasnya.
Selain itu, Fadil menyoroti dampak kesehatan akibat pencemaran yang diduga berasal dari limbah pertambangan. Air sungai yang selama ini menjadi sumber utama bagi warga untuk kebutuhan sehari-hari kini mengalami perubahan warna dan kualitas, berpotensi membawa dampak buruk bagi kesehatan masyarakat.
Fadil juga mengingatkan bahwa Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup secara tegas mengatur pengawasan serta penegakan hukum terhadap pelaku perusakan lingkungan. Jika ditemukan adanya pelanggaran lingkungan oleh perusahaan, maka sanksi tegas harus diberikan untuk memberikan efek jera.
“Berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2021, sanksi yang dapat dikenakan kepada perusahaan pelanggar mencakup pidana, denda, penjara, pencabutan izin, serta sanksi administrasi,” tutup Fadil.
Masyarakat setempat berharap adanya langkah konkret dari pemerintah dalam menangani persoalan ini, termasuk audit menyeluruh terhadap perusahaan pertambangan di wilayah tersebut. Hingga berita ini diturunkan, pihak PT Ceria Nugraha Indotama belum memberikan pernyataan resmi terkait tudingan tersebut.