Notification

×

Iklan

Iklan

Pengacara Dikeroyok : Premanisme Debt Collector Bertindak Brutal, Polisi Lalai, Polisi Disorot, Polisi Diam

Tuesday, January 14, 2025 | January 14, 2025 WIB Last Updated 2025-01-14T11:35:08Z
FARID MAMMA, S.H., M.H.
ARIES DUMAIS, S.H., M.H.
Alfiansyah Farid Mamma, SH.,
Muhammad Nur Rakhmad,SH., MH, CPArb, CPM, CPLi


CELEBES POST, Surabaya – Tjetjep Mohammad Yasien, atau akrab disapa Gus Yasien, seorang pengacara dan aktivis, menjadi korban pengeroyokan oleh sekelompok debt collector BNI. Insiden tersebut terjadi di Rumah Makan Bapak Proko, Kebraon Selatan, Surabaya, pada Senin, 13 Januari 2024, sekitar pukul 19.30 WIB. Informasi ini disampaikan oleh putra korban, Azhar S.M., melalui pesan WhatsApp kepada redaksi.


Menurut Azhar, peristiwa itu bermula saat Gus Yasien selesai melaksanakan salat Maghrib berjamaah di Masjid Roudhotul Falah dan menuju rumah makan untuk berbuka puasa. Di tempat tersebut, sekelompok debt collector mendatangi pemilik rumah makan, Bapak Proko, untuk menagih hutang kartu kredit secara paksa.


“Bapak saya, yang tidak ada hubungan dengan masalah itu, tiba-tiba dianggap sebagai pengacara Bapak Proko dan langsung dikeroyok. Padahal, pengacara Bapak Proko adalah adik saya, Ahmad Fahmi. Pengeroyokan terjadi di depan puluhan polisi dari Polsekta Karangpilang yang sudah berada di lokasi satu jam sebelum kejadian, tetapi tidak bertindak apa-apa,” ujar Azhar dengan nada kecewa.


Korban Alami Gegar Otak


Akibat pengeroyokan tersebut, Gus Yasien mengalami cedera serius. Saat melaporkan kejadian ke Polrestabes Surabaya, korban muntah-muntah hingga pingsan dan kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Pelabuhan menggunakan ambulans. Hasil pemeriksaan medis menunjukkan bahwa korban mengalami gegar otak ringan.


Kondisi Korban Penganiayaan


“Setelah CT scan, bapak didiagnosis gegar otak ringan dan saat ini masih tidak sadarkan diri,” ungkap Ahmad Fahmi, putra korban.


Tanggapan Praktisi Hukum


Peristiwa pengeroyokan ini menuai kecaman keras dari sejumlah praktisi hukum. Farid Mamma, SH., M.H., seorang praktisi hukum sekaligus pengamat, mengutuk keras tindakan debt collector tersebut yang dianggap sebagai bentuk premanisme brutal.


“Ini adalah tindakan yang sangat biadab. Premanisme seperti ini tidak bisa dibiarkan, apalagi dilakukan di depan aparat yang seharusnya melindungi warga. Saya meminta polisi segera menindak tegas para pelaku serta aparat yang lalai dalam menjalankan tugasnya,” tegas Farid.


Senada dengan itu, Aries Dumais, S.H., M.H., praktisi hukum lainnya, juga mengecam keras kejadian tersebut. Ia menilai, pembiaran oleh aparat merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip penegakan hukum dan perlindungan masyarakat.


“Premanisme dalam bentuk apapun tidak boleh diberi ruang, apalagi di depan aparat yang seharusnya mengamankan. Tindakan seperti ini mencoreng institusi hukum,” ujar Aries Dumais.


Alfiansyah Farid Mamma, SH., menambahkan bahwa kasus ini harus menjadi perhatian serius untuk memastikan tidak ada lagi insiden serupa yang terjadi. “Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Aparat yang lalai harus dievaluasi,” ujarnya.


Muhammad Nur Rakhmad, SH., M.H., CPArb, CPM, CPLi, seorang konsultan hukum dan arbitrase, menekankan bahwa tindakan ini menunjukkan adanya krisis dalam penegakan hukum di tingkat aparat.


“Ini bukan hanya soal premanisme, tetapi juga mencerminkan kegagalan aparat dalam memberikan rasa aman kepada masyarakat. Pemerintah harus tegas dalam menangani kasus ini,” tegas Muhammad Nur.


Harapan Keadilan


Keluarga korban mendesak aparat berwenang untuk segera bertindak tegas terhadap para pelaku pengeroyokan dan aparat yang diduga membiarkan kejadian tersebut. Mereka juga meminta klarifikasi dari Polsekta Karangpilang atas dugaan pembiaran.


Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari Polrestabes Surabaya maupun pihak BNI terkait insiden ini.


(MDS)

Berita Video

×
Berita Terbaru Update