![]() |
Perkiraan Sekitar wilayah Tanah Sengketa |
CELEBES POST, Gowa – Dugaan kasus penyerobotan tanah di Pandang-Pandang, Kabupaten Gowa, yang dilaporkan sejak 2014, hingga kini masih belum menunjukkan perkembangan berarti. Arief Nenry Syamsuddin, yang mengklaim sebagai pemilik sah lahan tersebut, menyatakan kekecewaannya atas lambannya penanganan kasus ini oleh kepolisian.
Awal Mula Kasus
Kasus ini bermula dari laporan Arief Nenry Syamsuddin yang mengklaim kepemilikan atas tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) No.335/Pandang-Pandang berdasarkan Surat Ukur No.188/1997 tertanggal 14 Juli 1997, seluas 1.898 m² atas nama Muhamad Anwar Soegitno. Namun, tanah tersebut diduga telah ditimbun dan dikuasai oleh H. Sabir, yang mengklaim kepemilikan berdasarkan SHM No.1038/Pandang-Pandang dengan Surat Ukur No.00651/2011 tertanggal 4 Juli 2011 seluas 2.268 m² atas nama Ny. Hj. Hasmiati Pattarani.
Arief melaporkan dugaan penyerobotan ini ke Polda Sulawesi Selatan melalui Laporan Polisi Nomor LP/679/XII/2014/SPKT tertanggal 24 Desember 2014. Pada 8 Januari 2015, Ditreskrimum Polda Sulsel mulai melakukan penyelidikan dengan menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan No.Pol.: SP.Lidik/29/I/2015/Ditreskrimum. Namun, hingga kini, penyelesaian hukum atas kasus ini masih menggantung.
Proses Penyelidikan yang Berlarut-larut
Ditreskrimum Polda Sulsel telah meminta fotokopi legalisir warkah SHM No.335 dan SHM No.1038 kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sulsel sebagai bahan penyelidikan. Permohonan ini tertuang dalam surat bernomor B/216/IV/2015/Ditreskrimum tertanggal 8 April 2015. Namun, meski bukti kepemilikan telah dikantongi, belum ada tindakan hukum konkret terhadap terlapor.
Kasus ini mengacu pada beberapa regulasi hukum, di antaranya:
Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan tanah,
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Kesepakatan antara Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI dan Polri Nomor 03-SKB-BPN RI-2007 dan No.B/576/III/2007 tertanggal 14 Maret 2007.
Namun, meskipun secara hukum ada dasar kuat untuk menindaklanjuti kasus ini, hingga kini belum ada perkembangan berarti.
Janji yang Tak Kunjung Ditepati
Arief Nenry Syamsuddin, dalam pertemuannya dengan Celebes Post pada 3 Maret 2025, mengungkapkan kekecewaannya. “Saya hanya ingin hak saya kembali. Saya hanya ingin tanah saya yang sudah dibangun, dan jika tidak bisa dikembalikan, saya ingin ada ganti rugi sesuai nilai yang disepakati,” tegasnya.
Arief menilai ada kejanggalan dalam penanganan kasus ini. “Dari 2015 hingga 2025, tidak ada perkembangan signifikan. Bukti sudah jelas, tapi proses hukum jalan di tempat,” ujarnya.
Kasus ini semakin menjadi perhatian publik karena menyangkut hak kepemilikan lahan yang sah serta dugaan praktik penyerobotan tanah yang dapat berimplikasi hukum serius. Hingga kini, pihak kepolisian belum memberikan penjelasan mengenai alasan lambannya penanganan perkara ini. Publik pun menunggu apakah kepolisian benar-benar akan menegakkan hukum atau justru membiarkan kasus ini berlarut tanpa kepastian.
Farid Mamma: Negara Tak Boleh Kalah oleh Mafia Tanah
Menanggapi kasus ini, pemerhati hukum sekaligus Direktur Pukat Sulsel, Farid Mamma, SH., M.H., mengecam keras lambannya penegakan hukum dalam kasus penyerobotan tanah di Gowa. “Ini bukti nyata bagaimana hukum hanya tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Ada indikasi kuat bahwa aparat penegak hukum tidak bekerja secara profesional dalam kasus ini,” tegas Farid.
Menurutnya, Pasal 385 KUHP dengan jelas mengatur tentang pidana bagi pihak yang dengan sengaja menyerobot atau menguasai tanah orang lain secara melawan hukum. “Sudah ada putusan Mahkamah Agung yang menegaskan bahwa perkara seperti ini bisa diproses pidana, bukan hanya perdata. Lantas, mengapa aparat masih diam? Apa yang menghambat? Ini pertanyaan besar yang harus dijawab oleh kepolisian,” kritiknya.
Farid juga menyoroti aspek lain dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. “Jika benar ada penyalahgunaan sertifikat dan permainan mafia tanah dalam kasus ini, maka tindakan pidana yang lebih berat bisa diterapkan, termasuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Tipikor jika terbukti ada oknum yang terlibat dalam manipulasi sertifikat tanah,” tambahnya.
Ia juga mendesak Kapolda Sulsel agar segera memberikan atensi khusus terhadap kasus ini. “Jangan biarkan mafia tanah menang! Negara tidak boleh kalah oleh permainan segelintir orang yang ingin memperkaya diri sendiri. Jika kepolisian tidak mampu menegakkan keadilan, maka ini preseden buruk bagi masyarakat luas yang haknya bisa dirampas kapan saja,” tegasnya.
Farid Mamma menegaskan, jika dalam waktu dekat tidak ada kejelasan dari pihak kepolisian, pihaknya bersama jaringan aktivis hukum akan mengajukan gugatan praperadilan. “Kami siap membawa kasus ini ke ranah yang lebih tinggi, termasuk mendesak Komisi III DPR RI untuk melakukan supervisi terhadap aparat yang terkesan lamban dalam menangani perkara ini,” pungkasnya.
@mds