![]() |
Ilustrasi |
CELEBES POST, Palopo – Direktur Pusat Kajian Advokasi dan Anti Korupsi (Pukat) Sulsel, Farid Mamma, SH., M.H., menyoroti kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Palopo yang dinilai tidak profesional dalam menyeleksi persyaratan calon pada Pilkada 2024. Menurutnya, kelalaian tersebut bukan sekadar kesalahan administratif, tetapi telah menyebabkan pemborosan anggaran yang berdampak langsung pada keuangan negara.
"Negara telah menggelontorkan miliaran rupiah untuk Pilkada Palopo, mencakup honor penyelenggara, pengadaan logistik, distribusi surat suara, hingga operasional pemungutan dan penghitungan suara. Namun, akibat kelalaian KPU dalam memverifikasi kelayakan calon, seluruh anggaran tersebut kini menjadi sia-sia. Lebih buruknya, negara kembali harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk Pemungutan Suara Ulang (PSU). Ini bukan sekadar keteledoran, tetapi bentuk nyata pemborosan anggaran yang mengabaikan prinsip akuntabilitas," tegas Farid Mamma, Senin (3/3).
Kelalaian KPU dan Potensi Kerugian Negara
Pilkada Palopo 2024 sejatinya telah berlangsung, namun hasilnya dibatalkan akibat dugaan penggunaan ijazah palsu oleh salah satu calon, Trisal Tahir. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan KPU untuk menggelar PSU. Konsekuensinya, pemerintah kembali harus mengalokasikan dana tambahan yang diperkirakan mencapai miliaran rupiah.
Hingga saat ini, KPU Palopo belum memberikan rincian resmi mengenai anggaran yang akan dibutuhkan untuk PSU, menambah kekhawatiran publik terhadap potensi pemborosan lebih lanjut. Berdasarkan estimasi dari penyelenggaraan Pilkada sebelumnya, biaya untuk PSU bisa mencapai lebih dari Rp 10 miliar, mencakup logistik, honorarium petugas, distribusi surat suara, dan pengamanan.
Farid Mamma mendesak agar Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan untuk mengusut kelalaian tersebut.
"Kami meminta APH untuk tidak tinggal diam. Komisioner KPU yang bertanggung jawab atas seleksi administrasi calon harus diperiksa secara hukum, dan jika terbukti ada unsur kelalaian yang disengaja atau pembiaran, maka harus ada sanksi tegas. Ini adalah persoalan serius yang menyangkut keuangan negara dan kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu," tambahnya.
Secara hukum, kelalaian KPU bisa dikategorikan sebagai pelanggaran serius. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Pasal 552 menyebutkan bahwa setiap penyelenggara pemilu yang dengan sengaja melakukan tindakan yang mengakibatkan kerugian negara dapat dikenai sanksi pidana. Hal ini membuka peluang bagi penyelidikan lebih lanjut terhadap komisioner KPU Palopo.
Kesiapan PSU dan Tanggapan KPU
Ketua KPU Sulawesi Selatan, Hasbullah, memastikan bahwa PSU akan dilaksanakan sesuai dengan putusan MK. Saat ini, pihaknya tengah berkoordinasi dengan KPU RI, Pemerintah Kota Palopo, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memastikan kesiapan teknis dan anggaran PSU.
"Kami patuh pada putusan MK. Seluruh tahapan PSU akan kami jalankan dengan memperhatikan regulasi yang berlaku," jelas Hasbullah.
Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci mengapa verifikasi calon sebelumnya bisa meloloskan Trisal Tahir yang belakangan terbukti menggunakan dokumen palsu. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa ada unsur kelalaian yang perlu diselidiki lebih lanjut.
Sementara itu, Kapolres Palopo, AKBP Safi’i Nafsikin, menegaskan kesiapan pihak kepolisian dalam mengamankan jalannya PSU sesuai prosedur yang berlaku. Ia juga menyampaikan bahwa penyelidikan terhadap dugaan penggunaan ijazah palsu oleh Trisal Tahir masih terus berlanjut. “Kami akan mengirimkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) kepada pihak pelapor,” ujarnya.
Dinamika Politik dan Tanggapan Pengamat
Keputusan PSU membuat persaingan politik di Palopo semakin dinamis. Pasangan calon yang masih memenuhi syarat akan kembali bertarung, sementara partai politik pengusung Trisal Tahir harus mencari kandidat baru sebagai pengganti.
Pengamat politik Universitas Hasanuddin, Endang Sari, menilai bahwa PSU adalah solusi terbaik untuk menjaga integritas pemilu. “PSU adalah mekanisme terbaik untuk memastikan suara rakyat tetap dihormati, tanpa diwarnai praktik kecurangan,” katanya.
Namun, Endang juga menekankan bahwa kasus ini harus menjadi pelajaran bagi KPU agar lebih teliti dalam seleksi calon di masa mendatang. “Jika KPU lebih cermat sejak awal, kasus ini tidak perlu terjadi. PSU bukan hanya membebani negara secara finansial, tetapi juga mengganggu stabilitas politik di daerah,” tambahnya.
Dengan mencuatnya dugaan kelalaian KPU yang berpotensi merugikan negara, desakan agar APH segera melakukan penyelidikan semakin menguat. Publik kini menunggu langkah konkret untuk memastikan pemilu berjalan transparan dan bertanggung jawab, tanpa pemborosan dana negara akibat ketidakcermatan penyelenggara.
@tim_mds