![]() |
Safaruddin |
Celebes Post, Banda Aceh - Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin, menyatakan bahwa masa jabatan Keuchik (Kepala Desa) di Aceh selama 8 tahun telah sesuai dengan konstitusi. Pernyataan ini merespons perubahan regulasi setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa), yang dalam Pasal 39 mengatur bahwa jabatan kepala desa berlaku selama 8 tahun sejak pelantikan.
Ketentuan Hukum yang Berlaku
Sebelumnya, dalam Pasal 115 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), masa jabatan Keuchik ditetapkan selama 6 tahun. Namun, menurut Safaruddin, dengan lahirnya norma hukum baru dalam UU Desa, ketentuan dalam UUPA dapat dikesampingkan. Ia menegaskan bahwa norma baru ini serupa dengan kasus Pasal 256 UUPA yang dulu membatasi pencalonan calon independen dalam pemilihan kepala daerah di Aceh. Namun, setelah dilakukan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 35/PUU-VIII/2010, pasal tersebut dibatalkan dan calon independen pun diperbolehkan.
Hal serupa juga terjadi dalam Putusan MK Nomor 85/PUU-XX/2022, yang menyatakan bahwa MK berwenang mengadili sengketa Pilkada, sehingga mengenyampingkan Pasal 74 UUPA yang sebelumnya mengatur bahwa sengketa Pilkada di Aceh ditangani oleh Mahkamah Agung. Oleh karena itu, Safaruddin menegaskan bahwa perubahan norma hukum dalam UU Desa mengenai masa jabatan Keuchik menjadi 8 tahun juga sah secara konstitusional.
Implikasi Pengesampingan UUPA
Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa penyesuaian norma hukum bukanlah hal baru dalam sistem hukum di Aceh. Sebagai contoh, Pasal 254 UUPA juga dikesampingkan akibat pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengalihkan kewenangan pengelolaan pelabuhan penyeberangan dari kabupaten/kota ke pemerintah provinsi. Hal ini didukung oleh surat Gubernur Aceh Nomor 118/2338 tanggal 10 Februari 2020, yang meminta pengalihan personel, pendanaan, sarana, dan dokumen Sub Urusan Pelayaran kepada pemerintah provinsi.
“Penerapan norma baru ini juga telah mendapat legitimasi dari berbagai pihak, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Pemerintah Aceh. DPRA melalui surat Nomor 161/1378 menyatakan tidak keberatan dengan penerapan UU Desa di Aceh. Demikian pula, Pj Gubernur Aceh, Safrizal, dalam surat Nomor 400.14.1.3/11532 tertanggal 23 September 2024, juga menyetujui pemberlakuan UU Desa,” ujar Safaruddin.
Dukungan Politik dan Imbauan YARA
Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, YARA menegaskan bahwa tidak ada kendala dalam penerapan masa jabatan Keuchik selama 8 tahun di Aceh. Oleh karena itu, Safaruddin meminta agar seluruh kepala daerah di Aceh berpedoman pada UU Desa dan tidak menciptakan polemik yang tidak perlu.
“Beberapa dasar hukum yang ada sudah cukup kuat untuk memastikan bahwa masa jabatan Keuchik di Aceh adalah 8 tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Kami berharap seluruh bupati dan wali kota di Aceh mengikuti ketentuan ini demi kepastian hukum dan stabilitas pemerintahan desa,” pungkasnya.
@mds_tim_aceh