![]() |
Unjuk rasa di Mapolda Sulawesi Selatan |
Celebes Post Makassar, – Puluhan massa yang tergabung dalam Front Pembebasan Rakyat (FPR) menggelar aksi unjuk rasa di depan Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Sulawesi Selatan, Jumat (11/4). Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap dugaan keterlibatan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 74.902.10 yang berlokasi di Jl. Galangan Kapal, Kaluku Bodoa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar, dalam praktik penyelewengan distribusi BBM bersubsidi.
Ketua Umum FPR, Alif Daisuri, dalam orasinya secara tegas mendesak Polda Sulsel untuk segera menindak tegas SPBU yang diduga menjadi bagian dari jaringan mafia BBM bersubsidi. Ia menyebut praktik tersebut tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menindas hak rakyat kecil.
"SPBU ini diduga kuat terlibat dalam pengoplosan dan penyaluran BBM subsidi kepada industri atau pengecer ilegal. Ini jelas pelanggaran serius yang menyakiti rakyat kecil. Aparat penegak hukum tidak boleh tutup mata!" tegas Alif Daisuri.
FPR juga menyoroti lemahnya pengawasan dari aparat kepolisian, khususnya Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Polda Sulsel. Mereka menilai respons Tipiter terlalu lambat dan tidak transparan dalam menindaklanjuti laporan masyarakat.
"Kami minta Kapolda mengevaluasi Kanit Tipiter. Jangan biarkan aparat jadi bagian dari pembiaran sistematis terhadap mafia BBM. Negara harus hadir untuk rakyat, bukan jadi pelindung korporasi nakal," ujar Alif.
FPR menegaskan bahwa jika Polda Sulsel tidak segera mengambil tindakan hukum yang jelas dan terbuka, maka mereka akan menggelar aksi susulan. Salah satu aksi yang telah dijadwalkan adalah unjuk rasa langsung di depan SPBU 74.902.10 dalam waktu dekat. Aksi itu bertujuan untuk memberi tekanan publik sekaligus mendesak pencabutan izin SPBU yang terbukti melanggar.
"Kami akan datangi langsung SPBU tersebut. Ini peringatan keras. Jangan main-main dengan hak rakyat atas subsidi BBM," tambah Alif.
Landasan Hukum
Tindakan penyelewengan distribusi BBM bersubsidi melanggar Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi oleh pemerintah dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.
Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 juga mengatur dengan tegas tentang tata cara pendistribusian BBM bersubsidi, yang hanya diperuntukkan bagi kendaraan berplat hitam pribadi, kendaraan umum, dan nelayan kecil.
FPR mendesak agar aturan ini ditegakkan tanpa pandang bulu. Mereka juga mengimbau masyarakat untuk melaporkan SPBU-SPBU nakal agar tidak ada lagi penyalahgunaan subsidi yang sejatinya adalah hak masyarakat kecil.
MDS - Celebes Post