Notification

×

Iklan

Iklan

1-20250413-190548-0000 2-20250413-190548-0001®

Nurkilat 30 Tahun Menanti Keadilan: Tanah 2 Hektar Dikuasai, Putusan MA Diabaikan, Nama Besar Kalla Group Terseret

Sabtu, 12 April 2025 | April 12, 2025 WIB Last Updated 2025-04-12T07:55:30Z
Andi Ira Asmira, S.H., M.H.


Celebes Post Makassar (Sulsel) — Sebuah kisah panjang penantian keadilan selama tiga dekade kembali menyeruak ke permukaan. Nurkilat, seorang warga biasa di Makassar, harus menahan getir melihat tanah miliknya seluas 2 hektar di kawasan strategis Tanjung Merdeka, Makassar, dikuasai pihak lain tanpa pelunasan, meskipun Mahkamah Agung telah menetapkan dirinya sebagai pemilik sah lahan tersebut.


Kisah ini berawal pada tahun 1995. Nurkilat menjual sebagian tanahnya kepada salah satu tokoh pengusaha ternama Sulawesi Selatan, Dra. Fatimah Kalla, yang saat itu menjabat sebagai Direktur NV Haji Kalla, sebuah perusahaan besar milik keluarga Kalla. Disepakati, satu hektar dari total dua hektar akan dibeli seharga Rp150 juta, namun yang dibayarkan hanya Rp20 juta sebagai uang muka. Sisanya sebesar Rp130 juta tak pernah dilunasi hingga kini.


Namun realitasnya lebih pahit. Alih-alih satu hektar, Nurkilat mendapati seluruh dua hektar tanahnya telah terdaftar atas nama perusahaan. Tanpa persetujuan atau pembayaran atas separuh lahan lainnya, tiba-tiba semua telah bersertifikat hak guna bangunan (HGB) atas nama entitas yang kini menjadi bagian dari PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk (GMTD-Lippo Group).


“Dulu saya setuju jual satu hektar saja. Tapi setelah saya lihat sertifikat, semuanya diambil. Dua hektar penuh. Saya punya bukti kuat, termasuk SKPT tahun 1971 dan PBB tahun 1994–1995. Tapi saya dilangkahi, saya dilupakan,” ujar Nurkilat kepada media dalam wawancara eksklusif, didampingi kuasa hukumnya, Andi Ira Asmira, S.H., M.H., Jumat, 11 April 2025.


Putusan Mahkamah Agung Diabaikan


Nurkilat tidak diam. Ia menempuh jalur hukum sejak 1997. Perjuangannya mengarungi proses hukum panjang dari Pengadilan Negeri Makassar, Pengadilan Tinggi, hingga Mahkamah Agung. Bahkan, putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung Nomor 624 PK/Pdt/2007 menegaskan bahwa Nurkilat adalah pemilik sah lahan tersebut dan menyatakan permohonan PK Dra. Fatimah Kalla ditolak.


Namun ironis, hingga kini tidak ada pelunasan maupun tindakan konkret dari pihak pembeli. Bahkan, penguasaan atas tanah kini telah berpindah ke tangan pihak ketiga, GMTD-Lippo, yang membangun kompleks perumahan mewah di atasnya.


“Kami sudah punya putusan inkracht dari MA. Tapi tidak ada realisasi. Kami datang baik-baik, tapi tidak dihiraukan. Yang lebih menyakitkan, malah perusahaan besar menguasai dan menikmati hasil dari tanah kami,” tegas Nurkilat.


Dugaan Rekayasa Sertifikat dan Permainan BPN


Kuasa hukum Nurkilat, Andi Ira Asmira, S.H., M.H., menyebut adanya dugaan kuat persengkongkolan antara pihak perusahaan, Dra. Fatimah Kalla, GMTD-Lippo, serta oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam penerbitan sertifikat dua hektar tersebut.


“Jelas ada rekayasa. Yang dilepaskan hanya satu hektar, tapi sertifikat muncul dua hektar. Tanpa akta jual beli yang sah atas seluruh lahan. Ini bukti nyata bahwa mafia tanah bisa beroperasi bahkan terhadap rakyat yang punya dokumen lengkap dan sah,” ungkap Ira Asmira.


Tanah yang disengketakan ini berada di lokasi emas: persis di jalur masuk Permandian Tanjung Bayang, dekat masjid, dan kini berdiri deretan perumahan elit milik GMTD. Bahkan masjid yang dibangun di atas lahan itu diakui oleh Nurkilat sebagai bagian dari lahannya yang dihibahkan secara sukarela untuk kepentingan ibadah.


70 Miliar yang Tak Pernah Datang


Jika merujuk NJOP 2025, nilai lahan Nurkilat kini menembus Rp70 miliar. Namun nilai bukan soal utama bagi Nurkilat. Ia hanya ingin haknya dihargai sebagai pemilik sah tanah. “Kami tidak minta lebih. Kami hanya ingin diakui dan dihargai sebagai pemilik sah. Jangan seperti tidak ada hukum di negeri ini,” katanya lirih.


Harapan Terakhir: Negara dan Presiden


Nurkilat menitip harap kepada Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming agar memprioritaskan perlindungan terhadap rakyat kecil. Ia menuntut negara hadir dan bertindak dalam perkara yang telah nyata memiliki dasar hukum dan bukti sahih.


“Kalau ini bisa terjadi pada saya, apa jaminannya tidak akan terjadi pada rakyat kecil lainnya? Ini bukan cuma soal uang. Ini soal keadilan dan martabat manusia,” pungkas Nurkilat.


Ia menutup dengan pesan yang menyayat: “Siapa mengambil sejengkal tanah secara zalim, di akhirat akan dihimpit tujuh lapis bumi. Saya hanya rakyat kecil, tapi saya punya hak, dan saya tidak akan diam.”


MDS -- Celebes Post 



Berita Video

×
Berita Terbaru Update