![]() |
Ruangan Bid Propam |
Celebes Post Takalar — Dugaan skandal etik kembali mencoreng institusi penegak hukum di Kabupaten Takalar. Lembaga Analisis Anti Korupsi Indonesia (LAKINDO) secara tegas mendesak Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri untuk mengusut tuntas rekam jejak digital yang memuat dugaan percakapan sensitif antara seorang bernama Okta dan Kanit Tipikor Polres Takalar.
Munculnya tangkapan layar berisi isi percakapan yang diduga bersifat pribadi antara kedua pihak itu memantik tanda tanya besar publik soal integritas dan profesionalisme aparat dalam menangani perkara, khususnya yang menyentuh wilayah desa.
Meskipun LAKINDO telah mengantongi bukti awal berupa screenshot percakapan, pihaknya tetap mendorong investigasi menyeluruh dengan pendekatan digital forensik untuk memastikan keabsahan isi pesan dan mengungkap potensi keterlibatan pihak lain.
"Kami mendesak Propam Polri untuk tidak berhenti hanya pada permukaan. Rekam jejak digital harus ditelusuri hingga ke akar. Publik perlu tahu siapa sebenarnya yang bermain di balik komunikasi ini dan apakah ada bentuk penyalahgunaan kewenangan yang terjadi," tegas Wakil Direktur LAKINDO, Darmin SH, saat ditemui di Sekretariat LAKINDO, Di JL Andi Tonro Makassar, Selasa (14/04).
![]() |
Darmin Dg Lau |
Indikasi Konflik Kepentingan dan Dugaan Penyalahgunaan Wewenang
Darmin tak menampik kemungkinan bahwa percakapan tersebut mengandung muatan yang berpotensi menabrak kode etik dan membuka celah konflik kepentingan dalam penanganan sejumlah perkara yang ditangani Kanit Tipikor.
Ia juga mengungkap kekhawatiran adanya pola relasi kuasa yang dimanfaatkan oleh oknum aparat dalam mengintervensi proses hukum.
“Ini bukan sekadar soal percakapan pribadi. Bila isi komunikasi itu terbukti terkait kasus yang sedang ditangani, maka ini merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip netralitas dan integritas penegakan hukum,” imbuhnya.
Latar Belakang: Persoalan Desa dan Ketidakberesan Proses Hukum
Kasus ini bermula dari polemik yang melibatkan sejumlah aparat desa, termasuk RA Kepala Desa Ko’mara, yang sebelumnya dilaporkan dalam dugaan penyimpangan anggaran. Namun, publik menyoroti ketidakjelasan penanganan kasus ini setelah munculnya dugaan relasi nonformal antara Kanit Tipikor dan Okta, yang disebut-sebut sebagai perantara atau penghubung dalam penanganan perkara desa.
Situasi ini pun memunculkan asumsi liar di tengah masyarakat bahwa hukum bisa “dinegosiasi” di balik layar, sehingga mengikis kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
Propam Mulai Bergerak, Tapi Publik Menunggu Ketegasan
Merespons desakan LAKINDO dan meningkatnya perhatian publik, pihak Propam disebut telah mulai melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat, termasuk RA (Kepala Desa Ko’mara), Sekretaris Desa, dan sejumlah saksi lainnya.
Namun hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pihak kepolisian terkait isi pemeriksaan, termasuk apakah Kanit Tipikor bersangkutan telah diperiksa atau belum.
Darmin meminta agar Propam bersikap transparan dan membuka hasil penelusuran kepada publik. Menurutnya, penegakan hukum harus dilakukan secara jujur, adil, dan tidak memihak, apalagi jika menyangkut kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.
"Kami akan terus mengawal kasus ini. Jika Propam tidak segera membuka terang dugaan ini, maka kami akan mempertimbangkan langkah hukum dan pelaporan ke institusi yang lebih tinggi," tutup Darmin.
(*)